Saturday, November 19, 2016

POSITIVISME DAN PASCA POSITIVISME

A. Positivisme
Positivisme merupakan filsafat yang mengemukakan pandangannya, mengembangkan klaim empiris dan berdasarkan hukum-hukum yang dapat dibuktikan dengan observasi, eksperimen,dan versifikasi. Kemunculan positivism yang merupakan evolusi dari empirisme Inggris, ditimbulkan oleh revolusi induetri yang terjadi di Inggris. Positivisme menimbulkan optimism terhadap kemajuan manusia yang berdasarkan teknologi industri. Positivisme memiliki tugas yaitu menemukan prinsip-prinsip umum yang sama untuk semua ilmu dan menggunakannya sebagai panduan untuk perilaku manusia dan dasar bagi pengaturan sosial masyarakat.

Aliran ini amat menjunjung tinggi kedudukan ilmu pengetahuan dan sangat optimis dengan peran sosialnya yang dapat dimainkan bagi kesejahteraan manusia. Slogan dari Positivisme adalah ‘savoir pour prevoir, prevoir pour pouvoir’ yang memiliki arti ‘ dari ilmu muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi. Positivisme membatasi penyelidikannya/studinya hanya kepada bidang gejala-gejala saja.

Terdapat tiga kategori Positivisme :
· Positivisme sosial yang mendasarkan pada ilmu pengetahuan yang murni.
· Positivisme evolusioner yang mendasarkan pada interkasi manusia-semesta, berupa ide tentang adanya evolusi yang bersifat universal, linier, berkesinambungan, niscaya, dan progresif.
· Positivisme kritis atau Kantianisme empiris merupakan pendahulu dari kelompok intelektual Lingkaran Wina yang melahirkan positivisme logis.

Tokoh-tokoh yang Membidani Positivisme
Positivisme dibidani oleh dua pemikir Prancis, Henry Saint Simon yaitu yang pertama kali menggunakan istilah positivisme, dan Auguste Comte yang mempopulerkan positivisme. Beliau juga memperkenalkan istilah sosiologi. Positivisme dikembangkan Auguste Comte untuk melawan apa yang ia yakini sebagai sifat negatif dan destruktif dari filosof pencerahan.

John Stuart Mill merupakan seorang tokoh positivisme asal Inggris. Beliau memberikan landasan-landasan psikologis terhadap filsafat positivism. Karena itu, Mill berpandangan bahwa psikologi merupakan pengetahuan dasar bagi psikologi. Mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman, karena itu induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.

Tokoh-tokoh positivisme lainnya:
a. Positivisme sosial:
  1. Inggris: Jeremy Bentham, James Mill.
 2. Itali: Carlo Cattaneo, Giussepe Ferrari. Menganggap bahwa mereka adalah penerus Giambista Vico.
 3. Jerman: Ernst Laas, Friederich Jodl, dan Eugen Duhring (lebih mengacu pemikiran Ludwig Feurbach).
b Positivisme evolusioner: Charles Lyell, Charles Darwin, Herbert Spencer, Ernst Haeckel, Wilhelm Wundt.
c Positivisme kritis: Ernst mach dan Richard Avenarius.

Tiga tahap sejarah Auguste Comte
Comte meyakini bahwa pengetahuan positif-ilmiah adalah pengetahuan yang pasti, nyata dan berguna. Ia mendepak metafisika dengan keyakinannya bahwa segala sesuatu yang dapat manusia ketahui adalah apa yang tertangkap pancaindera.

Tiga tahap perkembangan sejarah Comte:
1. Tahap teologis: manusia memahami gejala-gejala alam sebagai hasil campur tangan langsung kekuatan Ilahi. Ada tiga subtahap yaitu animisme, politeisme, dan monoteisme.
2. Tahap metafisis: pelakau Ilahi yang personal digantikan oleh prinsip-prinsip metafisika seperti kodrat.
3. Tahap positivis-ilmiah: pada tahap ini manusia berhenti mencari penyebab absolute baik yang Ilahi maupun kodrati dan mulai berkonsentrasi pada observasi, pengukuran, kalkulasi guna memahami hukum yang mengatur jagad raya.

Ciri-ciri Positivisme :
1. Bebas nilai: mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dengan semesta dengan bersikap impasial-netral.
2. Fenomenalisme: pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena semesta.
3. Nominalisme: berfokus pada individual-partikular karena itu kenyataan satu-satunya.
4. Reduksionisme: Semesta direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat dipersepsi.
5. Naturalisme: paham tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang menisbikan penjelasan adikodrati.
6. Mekanisme: paham yang mengatakan bahwa semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinis seperti layaknya mesin.

Positivisme Logis
Merupakan aliran filsafat ilmu pengetahuan di abad 20, dikembangkan oleh Lingkaran Wina. Para penganut Positivisme Logis membelakangi gerakan restorasi yang memiliki pemikiran penataan masyarakat berdasar asas-asas teologi dan filsafat tertentu. Aliran positivisme logis bersikeras bahwa masyarakat harus dibebaskan dari belenggu teologi dan filsafat. Hal ini dikarenakan positivism logis menganut orientasi pada ilmu alam yang berada dalam tingkatan paling tinggi, dan beranggapan bahwa misi administrasi masyarakat rasional harus berlandaskan pengetahuan yang menyatu. Penganut aliran ini memfokuskan diri pada logika dan bahasa ilmiah, sehingga muncul positivism klasik secara linguistic.

Prinsip Positivisme Logis adalah Prinsip isomorfi yang dikemukakan oleh Bertrand Russell (1872-1970), sebuah prinsip yang manyatakan adanya hubungan mutlak antara bahasa dan fakta, yang kemudian dikembangkan oleh Ludwig Wittgeinsten (1889-1951). Mereka sependapat bahwa bahasa sehari-hari cenderung ambigu, sehingga perlu ada bahasa logis dg tingkat kecermatan matematis.

Untuk dapat menentukan mana yang baik dan buruk, positivism logis mengajukan dua criteria: 1. Sebuah pernyataan harus bisa dibenarkan secara definisif atau tautology (analitik); 2. Pernyataan harus bisa dibenarkan dengan diteliti atau bersifat empiris.

Kritikan terhadap Positivisme Logis
Klaim relasi empiris-logis antara bahasa dan dunia memasung makna suatu proposisi pada pengamatan empiris dan konvensi apriori. Setiap pernyataan bisa bermakna karena dapat benar atau salah berdasarkan pengamatan empiris. Sedangkan suatu pernyataan yang dianggap bermakna bisa dibenarkan atau disalahkan dari bahasan empiris, dapat dilihat berdasarkan konvensi kita terhadap objek pernyataan.

Pemasungan makna suatu pernyataan pada empiris maupun apriori dikatakan sebagai dua dogma yang sudah lama (lapuk) oleh Quine, seorang filsuf Amerika. Beliau mengatakan demikian karena tidak ada satupun pernyataan yang kebal terhadap revisi atau perbaikan.

B. Pascapositivisme
Merupakan sebuah gerakan perlawanan terhadap positivisme di berbagai domain mulai ontologi, epistemologi sampai metodologi yang muncul atas reaksi keras dari Karl R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf Frankfurt Schule, Feyerabend, dan Rorty.

Asumsi dasar pascapositivisme yaitu :
1. Fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori yaitu fakta selalu dipahami dalam kerangka teoretis tertentu.
2. Falibilitas teori yaitu tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti empiris, kemungkinan munculnya fakta anomali selalu ada.
3. Fakta tidak bebas melainkan sarat nilai
4. Interaksi antara subjek dan objek penelitian yaitu hasil penelitian bukan reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang sarat persoalan dan senantiasa berubah.

Hasil gambar untuk karl popperKarl Popper
Serangan pertama terhadap positivisme datang dari Karl Raimund Popper (1902-1994), seorang pemikir Jerman yang juga aktif dalam Lingkaran Wina. Meski bagian dari Lingkaran Wina, Popper menolak prinsip verifikasi (pembuktian teori lewat fakta-fakta) yang dilembagakan Lingkaran Wina sebagai garis demarkasi antara pengetahuan dan nonpengetahuan. Popper menyodorkan prinsip substitusinya yaitu falsifikasi. Falsifikasi, kebalikan dari verifikasi, adalah pengguguran suatu teori lewat fakta. Status ilmiah suatu teori menurut Popper adalah bisa difalsifikasi.

Popper mengatakan bahwa ilmu pengetahuan tidak bekerja semata dengan logika induksi. Logika induksi adalah logika penarikan kesimpulan umum melalui pengumpulan fakta-fakta konkret dan mendukung. Logika induksi menuntut ilmuwan berfokus pada fakta-fakta yang mendukung dan mengabaikan fakta anomali (fakta yang dapat membuktikan sebaliknya). Satu teori yang mematok keberlakuan universal pada dasarnya selalu dapat digugurkan oleh satu fakta anomali. Kita juga tidak pernah bisa mencapai kebenaran akurat (korespondensi) yang ada adalah mendekati kebenaran (verisimilitude). 

Menurut Popper perkembangan ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada metodologi yang ketat. Ide baru bisa saja berupa kilatan intuisi atau refleksi religius. Observasi tidak pernah mendahului teori seperti yang diyakini positivisme logis karena semua observasi bermuatan teori dan merupakan interpretasi fakta-fakta.

Popper mengemukakan adanya tiga dunia dalam memahami objektivisme, yaitu :
1. Dunia pemikiran subjektif yaitu dunia gagasan
2. Dunia objek-objek fisik
3. Dunia produk-produk kultural berupa teori dan karya ilmiah.

Positivisme hanya berfokus pada dunia 2 berupa semesta objektif-faktual yang hanya diperoleh dengan memangkas unsur-unsur subjektif berupa intuisi, dogma dan imajinasi. Objektivisme Popper adalah objektivisme dunia 3 yang sifatnya tentatif (sementara) dan terus-menerus didera kritik dari dunia 1 untuk kemudian diperiksa kebenarnnya lewat observasi di dunia 2 demi kemajuan ilmu pengetahuaan.

Kemajuan ilmu pengetahuan menurut Popper bergerak secara evolusioner mulai dari dari problem (P1) yang diikuti oleh artikulasi suatu teori tentatif (TT) yang terbuka bagi falsifikasi (EE) dan memunculkan problem baru (P2) yang siap melahirkan suatu teori tentatif baru. Semakin tahan teori tentatif terhadap dera eliminasi kesalahan (error elimination) semakin mendekati kebenaran. Meski tidak berarti secara kekal-abadi tahan uji.

Thomas Kuhn
Hasil gambar untuk thomas kuhnKuhn pada dasarnya menyerang tesis kesatuan ilmu yang selama ini diadopsi positivisme dan menurutnya masih meninggalkan jejaknya pada Popper. Menurut Kuhn ilmu tidaklah satu melainkan plural, ilmuwan selalu bekerja di bawah satu payung paradigma yang memuat asumsi ontologis, metodologis, dan struktur nilai. Paradigma yaitu :
1. kerangka konseptual untuk mengklasifikasi dan menerangkan objek-objek fisikal alam.
2. Patokan untuk mengspesifikasi metode yang tepat, teknik-teknik, dan instrumen dalam meneliti objek-objek dalam wilayah yang relevan.
3. Kesepakatan tentang tujuan-tujuan kognitif yang absah.

Paradigma menjadi kerangka konseptual dalam mempersepsi semesta. Artinya tidak ada observasi yang netral, karena semua pengalaman perseptual kita selalu dibentuk oleh kerangka konseptual yang kita gunakan.

Kuhn menolak gagasan Popper tentang prinsip kesinambungan antara satu teori dengan teori lainnya. Kuhn mengajukan prinsip ketidakterbandingan. Prinsip ini mengatakan bahwa kesinambungan antarteori adalah mustahil karena masing-masing bekerja di bawah payung paradigmanya masing-masing.

Kemajuan ilmu pengetahuan berawal dari perjuangan kompetitif berbagai teori untuk mendapatkan legitimasi intersubjektif dari satu komunitas ilmu pengetahuan. Teori yang memperoleh legitimasi sosial akan tampil menjadi paradigma. Ini adalah periode ilmu pengetahuan normal dimana yang ada hanyalah pembenaran-pembenaran sesuai dengan asumsi-asumsi paradigma yang dianut komunitas tersebut. Kecenderungan ilmuwan untuk menyingkirkan fakta-fakta anomali yang tidak sesuai dengan paradigma yang dianut ajan membawa periode ilmu pengetahuan normal pada periode krisis.

Krisis merupakan akumulasi fakta-fakta anomali yang membuat keabsahan suatu paradigma menjadi goyah. Krisis memaksa komunitas ilmu pengetahuan mempertanyakan kembali secara radikal dasar ontologis, metodologis, dan nilai-nilai yang selama ini dipakainya.. Krisis akan mendorong lahirnya paradigma baru yang sama sekali lain dengan paradigma sebelumnya. Rumus perkembangan ilmu pengetahuan Kuhn adalah : Paradigma 1 – Ilmu Pengetahuan Normal – Anomali – Krisis – Paradigma 2 (P1 – SN – A – K – P2).

Tidak mungkin membandingkan antara satu paradigma dengan paradigma lain karena asumsi-asumsi yang sama sekali berbeda. Diktum relativistik Kuhn yaitu, “Dua ilmuwan yang bekerja pada dua paradigma yang berbeda berada di dua dunia yang berbeda”.

Perbedaan antara Karl Popper dan Thomas Kuhn
 Karl R. Popper
Thomas Kuhn
Ilmu bukan semata-mata produk kesepkatan sosial
Ilmu adalah kesepakatan intersubjektif
Ilmu berkembang secara evolusioner
Ilmu berkembang secara revolusioner
Perkembangan ilmu melalui subjek peneliti
Perkembangan ilmu melalui subjek peneliti dalam satu komunitas ilmu
Rumus: P1-TT-EE-P2
Rumus: P1-SN-A-K-P2




DAFTAR PUSAKA:
Adian, Donny Gahral. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Teraju.
Handout Teori-Teori Sosial Untuk Kajian Hukum Prof. Soetandyo.
Salam, Burhanuddin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta : PT Rineka Cipta.




No comments:

Post a Comment