Monday, July 25, 2016

Big Five Personality

Hasil gambar untuk big 5 personality pdfTeori Five-factor menyatakan bahwa kelima trait utama lebih dari sekedar menggambarkan hal-hal yang berbeda dari manusia. Dalam teori ini, trait diperlakukan sebagai sesuatu yang benar-benar nyata; masing-masing dipandang sebagai struktur psikologis yang dimiliki oleh setiap manusia dalam jumlah yang bervariasi. Trait dipandang sebagai penyebab yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu. Five-factor merupakan kecenderungan disposisi dasar yang bersifat universal yang dimiliki oleh semua individu. McCrae dan Costa (Pervin, 2005) mengajukan bahwa faktor-faktor ini memiliki dasar biologis. Perbedaan tingkah laku, bila dikaitkan dengan Big Five, maka ditentukan oleh pengaruh genetik, yaitu struktur neural, kimiawi otak, dan lain sebagainya. Dengan model seperti ini, McCrae dan Costa merasa bahwa dasar biologis dari faktor-faktor ini sangat kuat sehingga kecenderungan dari disposisi dasar tidak dipengaruhi langsung oleh lingkungan. Secara menyeluruh, model ini dipandang sebagai model yang potensial terintegrasi, yang mengaitkan pandangan biologis tentang trait dan pengaruh lingkungan terhadap variabel kepribadian yang dapat diobservasi. Di sisi lain, model ini pun menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab. Terdapat tiga isu problematik utama dari teori five-factor, pertama, bagaimana mengaitkan struktur kepribadian dengan proses kepribadian. 

McCrae dan Costa (1999, dalam Pervin, 2005) menunjukkan bahwa detil untuk menjelaskan hal tersebut ditinjau dari pendekatan teori kepribadian yang lain. Pertanyaan yang tidak terjawab ini merupakan limitasi yang signifikan dari teori ini. Kedua, adalah dua karakteristik unik dari teori five-factor, yaitu ide bahwa trait tidak dipengaruhi oleh faktor sosial. Masalahnya adalah ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kontradiksi dengan ide dari teori tersebut. Terutama, data yang menarik yang berasal dari analisis tentang perubahan „skor‟ dari trait kepribadian yang berasal dari observasi selama periode waktu tertentu. Twenge (2002, dalam Pervin, 2005) beralasan bahwa perubahan budaya yang terjadi pada abad ke 20 dapat menyebabkan perubahan dalam kepribadian. Perubahan yang terjadi di Amerika Serikat pada pertengahan abad ke 20 dan akhir abad ke 20. Dibandingkan dengan tahun 1950 an, maka pada tahun 1990 an manusia berada dalam suatu budaya dengan angka perceraian yang lebih tinggi, angka kejahatan yang lebih tinggi, ukuran keluarga yang lebih kecil, dan kontak yang lebih sedikit dengan keluarga besar. 

Dalam perubahan sosiobudaya ini, Twenge menemukan bahwa hal ini berkaitan dengan derajat kecemasan yang lebih tinggi. Dengan memeriksa skor mean-level pada kecemasan dan skala neuroticism dalam penelitian yang dipublikasikan pada tahun 1950 an sampai 1990 an, Twenge dapat memperlihatkan bahwa kecemasan bertambah secara signifikan selama periode ini. Dia juga menemukan adanya pertambahan yang signifikan dalam extraversion selama dekade pada abad ke 20, hal ini mungkin merefleksikan masyarakat Amerika yang lebih bertambah dalam individualism dan asertivitas pribadi (Twenge, 2002, dalam Pervin, 2005). Ke tiga, adalah, teori five-factor menegaskan bahwa semua manusia memiliki ke lima faktor tersebut. Semua individu memiliki struktur psikologis yang berhubungan dengan masing-masing faktor, dengan perbedaan dalam variasi derajat dari masingmasing trait.

The big five personality mengungkapkan bahwa individu memiliki kelima trait hanya bervariasi dalam derajatnya. Kelima trait tersebut adalah, pertama, neuroticism (N) merujuk pada adjustment vs emotional instability, yaitu mengidentifikasikan kecenderungan indvidu untuk mengalami distress psikis, ide-ide yang tidak realistik, menginginkan sesuatu secara eksesif, dan coping respon yang maladaptive. Kedua, adalah extraversion (E), merujuk pada kuantitas dan intersitas interaksi personal, tingkat aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas untuk mendapatkan kesenangan. Ketiga,openness (O) yaitu proaktif mencari dan menghargai pengalaman karena keinginannya sendiri, toleran dan melakukan eksplorasi terhadap sesuatu yang belum dikenal. Keempat, adalah agreeableness (A) merujuk pada kualitas orientasi interpersonal seseorang dimulai dari perasaan peduli sampai dengan perasaan permusuhan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Kelima, conscientiousness (C), yaitu derajat keteraturan individu, tekun, dan motivasi yang berorientasi pada tujuan. 

Secara lebih rinci, the big five personality akan diuraikan pada masing-masing trait: 
Hasil gambar untuk big 5 personality pdf1. Neuroticism (N) merujuk pada adjustment vs emotional instability, yaitu mengidentifikasikan kecenderungan indvidu untuk mengalami distress psikis, ide-ide yang tidak realistik, menginginkan sesuatu secara eksesif, dan coping respon yang maladaptive. Kecemasan dan rasa marah permusuhan (angry hostility), merupakan dua faset pertama dari neuroticism. Perasaan ini merupakan bentuk dari dua emosi mendasar, yaitu takut dan marah. Setiap orang mengalami emosi-emosi ini dari waktu ke waktu, tetapi frekuensi dan intensitasnya berbeda. Individu dengan derajat yang tinggi pada trait kecemasan akan merasakan nervous, dan tegang. Mereka mudah khawatir; mereka takut melakukan kesalahan. Orang yang bermusuhan memperlihatkan mudah mengalami kemarahan. Dua emosi yang lain adalah kesedihan dan malu, yang merupakan bentuk dasar dari faset depresi dan self-consciousness. Sebagai trait, depresi adalah disposisi untuk mengalami kesedihan, putus asa, dan kesepian; orang yang depresi seringkali memiliki perasaan akan rasa bersalah dan kurang rasa berharga. Individu dengan derajat yang tinggi pada self-consciousness lebih mudah mengalami perasaan malu. Mereka sensitif terhadap ejekan dan cemoohan, karena sering kali mereka merasa rendah diri. Dua faset dari neuroticism yang lain lebih sering muncul dalam bentuk tingkah laku dibandingkan bentuk emosi. Impulsivitas adalah kecenderungan untuk bertingkah laku yang didasarkan pada hawa nafsu dan keinginan yang kuat/berlebihan. Mereka cenderung rendah dalam kontrol diri, sehingga orang yang impulsif cenderung bereaksi berlebihan dan boros, peminum atau perokok, penjudi, bahkan menggunakan obat-obat terlarang. Yang lain adalah vulnerability, yaitu ketidakmampuan untuk secara adekuat mengatasi stress. Orang yang vulner cenderung panik dalam situasi darurat, breakdown, dan menjadi bergantung pada orang lain. Beberapa orang akan menjadi cemas tapi tidak bersikap bermusuhan, atau self-consciousness tapi tidak impulsif. Tetapi secara umum individu yang derajatnya tinggi dalam neuroticism kemungkinan untuk memiliki derajat tinggi pada masing-masing faset. Mereka cenderung mudah merasakan emosi negatif dan bermusuhan pada orang lain yang akan mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatasi masalah dan membina relasi dengan orang lain. 

2. Extraversion (E), merujuk pada kuantitas dan intersitas interaksi personal, tingkat aktivitas, kebutuhan akan stimulasi, kapasitas untuk mendapatkan kesenangan. Faset dari extraversion dapat dibagi ke dalam tiga interpersonal dan tiga temperamental trait. Kehangatan, atau kelekatan, merujuk pada sikap yang ramah, bersahabat, dan interaksi personal yang meliputi gaya relasi yang intim. Berlawanan dengan individu yang dingin yang mungkin lebih formal dan impersonal dalam berelasi, lemah dalam kelekatan. Kehangatan dan suka hidup berkelompok membuat mereka disebut sosiabilitas. Asertivitas merupakan faset ketiga dari extravertion; orang yang asertif adalah pemimpin yang alamiah, mudah memerintah, mengungkapkan apa yan ada dalam pikirannya, dan mudah mengekspresikan perasaan dan keinginannya. Ketiga faset lainnya, disebut dengan temperamental, yaitu aktivitas, mencari kesenangan, dan emosi yang positif. Orang yang ekstover senang dengan kesibukan, bertindak dengan penuh semangat, dan berbicara cepat; mereka  penuh energi dan kuat. Mereka pun lebih menyukai lingkungan yang menstimulasi mereka, seringkali mereka mencari kegembiraan. Keseluruhan disposisi ini bersinergi, bekerja bersama-sama untuk membentuk sindrom kepribadian. Aktivitas membawa kegembiraan dan kegembiraan membawa kebahagiaan. Orang yang bahagia mudah bergaul, dan selanjutnya menemukan kecocokan dengan orang lain yang memudahkan mereka untuk menjadi pemimpin. 

Hasil gambar untuk big 5 personality pdf3. Openness (O) yaitu proaktif mencari dan menghargai pengalaman karena keinginannya sendiri, toleran dan melakukan eksplorasi terhadap sesuatu yang belum dikenal. Mengukur openness terhadap pengalaman daalam enam area yang berbeda. Keterbukaan dalam fantasi merujuk pada suatu imaginasi yang hidup, dan cenderung untuk mengembangkan lamunan-lamunan. Dalam estetik, keterbukaan nampak dalam sensitivitas terhadap seni dan keindahan. Individu yang terbuka memiliki perasaan yang kuat, mereka menghargai pengalaman, melihat pengalaman sebagai sumber dari makna hidup. Keterbukaan dalam tindakan menunjukkan keinginan untuk mengalami sesuatu yang baru, seperti mencoba makanan baru atau melancong ke negara asing. Keterbukaan terhadap ide dan nilai-nilai, menunjukkan rasa ingin tahu dan menilai pengetahuan berdasarkan harapannya sendiri. Mungkin karena mereka ingin berpikir tentang kemungkinan yang berbeda dan berempati pada orang lain dalam situasi yang berbeda. Mereka cenderung liberal dalam nilainilai, benar dan salah bagi seseorang belum tentu berlaku untuk orang lain dalam situasi yang berbeda.  

4. Agreeableness (A) merujuk pada kualitas orientasi interpersonal seseorang dimulai dari perasaan peduli sampai dengan perasaan permusuhan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Orang yang agreeable mempercayai orang lain, percaya hal terbaik dari orang lain, dan jarang mencurigai adanya tujuan yang tersembunyi. Mereka mempercayai orang lain, sehingga mereka melihat diri mereka pun sebagai orang yang dapat dipercaya, yang ditandai dengan keterusterangan mereka. Mereka pun ingin menolong orang lain, yang disebut dengan altruism. Individu yang agreeable adalah orang yang penurut, mereka akan menunda keinginanya apabila dihambat daripada bertindak agresif, faset ini disebut compliance. Selain itu, mereka pun rendah hati dan sopan. Nilai yang rendah untuk faset ini dapat dilihat sebagai orang yang narsistik. Secara sikap, orang yang agreeable memperlihatkan kelembuatan hati yang mudah tersentuh terhadap penderitaan orang lain. 

5. Conscientiousness (C), yaitu derajat keteraturan individu, tekun, dan motivasi yang berorientasi pada tujuan. Orang yang conscientiousness merupakan orang yang rasional, berpusat pada informasi, dan secara umum berpikir bahwa mereka adalah orang yang kompeten. Bagian dari kesuksesan mereka merupakan hasil dari keteraturan dan keurutan, yangmembuat mereka efisien dalam bekerja. Mereka sangat berpusat pada tugas/kewajiban. Mereka tinggi dalam pencapaian prestasi, mengejar keunggulan dalam setiap hal yang mereka lakukan, mereka pun memiliki disiplin tinggi yang membuat mereka dapat mencapai tujuannya. Terakhir, mereka dicirikan dengan deliberation, yaitu membuat rencana yang canggih dan memikirkannya dengan hati-hati sebelum bertindak.


Sumber:
Feist, J, Feist, G. J. (2009). Theories of Personality, Seventh Edition. McGraw Hill Education. 
Ingersoll, G. M. (1989). Adoloscents. Second edition. Prentice-Hall, Inc. 
McCrae, R. R. Costa, P. T. Jr. (May 1997). Personality Trait Structure as a Human Universal. American Psychologist. In the pubic domain. Vol. 52, No. 5, 509- 516. 
---------------------------------------------------- (2003). Personality in Adulthood, A FiveFactor Theory Perspective. The Guilford Press. 
Santrock, J W. (1998). Adolescenc. Seventh Edition. McGraw-Hill Companies. Inc
Steinberg. L. (1993). Adolescence. Third Edition. McGraw-Hill, Inc.



Tuesday, July 19, 2016

Filsafat Manusia

Manusia adalah mahluk yang dinamis, mereka dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya. Hal ini dikarenakan manusia dibekali dengan akal pikiran yang mampu mengatisi setiap permasalahan yang dihadapi oleh manusia itu. Manusia selalu mecari jalan keluar alternatif yang dianggapnya paling mudah baginya dan paling bermanfaat. Dalam mencari jalan keluar itu sendiri antara individu satu dengan individu yang lain memiliki berbagai perbedaan. Perbedaan manusia dalam mengambil jalan keluar ini sangat dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekternal manusia itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri setiap masalah yang dihadapi oleh manusia akan membawa manusia kepada kedewasaan.
Manusia adalah makhluk yang unik. Setiap manusia pasti memiliki ciri khas masing masing yang membedakan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Dengan perbedaan ini diharapkan manusia mampu menyesuaikan diri antara satu dengan yang lain. Hal ini yang kemudian akan membentuk suatu sistem sosialisasi. Sistem sosialisasi yang tercipta di masyarakat antara masyarakat satu dengan yang lainnya akan berbeda. Masyarakat kota akan memiliki cara bersosialisasi yang berbeda dengan masyarakat desa. Pada umumnya masyarakat desa memiliki pola sosialisasi yang rapat dikarenakan kerekatan yang selalu mereka bangun. Di kota, sosialisasi itu sendiri terlihat renggang dikarenakan pola hidup yang mereka jalani. Jika seseorang yang dilahirkan di desa dan kemudian besar dan menetap di desa akan dengan mudah menyesuikan diri dengan lingkungannya, diikarenakan manusia tersebut telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya tersebut sejak dia lahir, begitu juga sebaliknya, jika seseorang dilahirkan di kota dan menetap di kota maka mereka juga akan beradaptasi dengan lingkungan kota yang kemudian membentuk dia menjadi karakter individu kota. Nah, apa jadinya ketika seseorang yang mulanya dilahirkan dan dibesarkan di desa dan kemudian berpindah di kota dikarenakan tuntutan pekerjaan? Apakah dia akan menjadi orang kota yang cenderung minim sosialisasi ataukah dia tetap menjadi orang desa yang berada di tengah tengah orang kota?
Manusia dalam hidupnya selalu memiliki pilihan. Pilihan akan mumcul bersamaan dengan datangnya suatu masalah. Begitu halnya dengan permasalahan di atas, manusia dituntut oleh lingkungannya untuk berubah guna beradaptasi dengan lingkungannya. Perubahan ini disebut juga dengan perubahan sosial. Menurut Mac Iver, perubahan sosial adalah terjadinya perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan. dinyatakan oleh beliau bahwa manusia berubah seiring dengan keinginan manusia untuk mencapai suatu titik equilibrium dimana manusia tidak merasa salam keberpihakan dan merasa nyaman dengan posisinya.
Hal ini senada dengan yang diucapkan oleh subjek yang saya angkat yang bernama dita. Dia adalah seorang pegawai bank yang awalnya dia adalah orang yang berasal dari desa. Ketika dia memperoleh pekerjaan di kota maka secara tidak langsung dia harus tinggal di kota. menurutnya kehidupan di desa di desanya dan di Surabaya sangat berbeda. Oleh sebab itu  maka dita harus dapat beradaptasi dengan kehidupan kota yang mau tidak mau harus dia jalani sekarang.
 Pada awalnya dita merasa canggung dan merasakan perbedaan cara bersosialisasi antara orang di desanya dengan orang Surabaya. Banya perbedan yang mencolok yang menurutnya memiliki nilai yang positif maupun negatif. Pola hidup, gaya hidup, cara berbicara yang berbeda menuntut dia untuk beradaptasi dengan lingkungannya sekarang.
Dia mengungkapkan bahwa banya orang dari daerah yang jika tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan Surabaya maka mereka akan terjerumus dengan hal hal yang negatif. Tuntutan akan pola hidup kota yang glamor membuat para pendatang tidak mampu beradaptasi sehingga banyak yang memilih jalan instan. Perbedaan pola kehidupan kota dan desa ini menurut teori perubahan sosial adalah suatu proses social shock dimana individu yang awalnya memiliki nilai yang dia anut yang kemudia bertemu dengan nilai baru yang menuntut dia untuk berubah. Berdasarkan teori atribusi menjelaskan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh disposisi internal dan keadaan eksternal. Dari teori ini dijelaskan bahwa manusia dalam menentukan perilakunya dipengarusi oleh pengaruh internal individu tersebut dan juga pengaruh eksternal yang ada di masyarakat. Jika dalam diri internal seseorag memiliki nilai yang tidak kuat maka pengaruh eksternal akan dengan mudah masuk dan mempengaruhi kehidupan individu tersebut.
 Menurut dita jika kita sebagai orang pendatang baru harus dapat menahan keinginan kita untuk searus dengan hiruk pikuk kehidupan kota. di kota terdapat berbagai macam tempat yang menawarkan hal hal yang negatif yang dapat merusak nilai nilai yang kita bawa dari desa. Ketika kita hidup di kota maka hal pertama yang harus kita jaga adalah pola pandang kita dan ideologi kita, sehingga walaupun banyak godaan yang yang datang maka kita tidak akan terjerumus dengan hal hal yang negatif. Kita boleh saja terkadang memanjakan diri dengan mengengikuti pola hidup kota, namun kita juga harus mengetahui batasan yang harus kita tetapkan sehingga kita tidak terpengaruh dan pada akhirnya berakibat negatif bagi kita.



Daftar Pustaka:
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta : Penerbit Andi.
Soekanto, Soerjono . 1990 . Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta : Rajawali Pers.
Koentjaraningrat . 1965 . Pengatar Antropologi . Jakarta : Penerbit Universitas Jakarta.
Susanto, Phil Astrid S. 1985 . Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial . Jakarta : Penerbit Bina Cipta