Friday, December 12, 2014

Attachment (Kelekatan)


Hasil gambar untuk kelekatanTingkah laku lekat ( Attachment) merupakan kecenderungan dan keinginan seseorang untuk mencari kedekatan dengan orang lain, untuk mencari kepuasan dalam hubungan dengan orang lain tersebut. Attachment terjadi ketika individu pertama kali lahir. Pada saat bayi lahir maka orang pertama yang memberikan sentuhan fisik seperti belaian, dekapan, dan kecupan adalah orangtua. Sentuhan fisik orang tua memberikan rasa nyaman dan rasa aman bagi bayi sehingga tangisan bayi mulai mereda. Berawal dari sentuhan fisik ini timbullah sebuah ikatan emosional yang antara orang tua dan anak. Santrock (2007) menyebut suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya ini sebagai kelekatan (attachment)

Ainsworth menjelaskan ada empat tipe kelekatan, yaitu: 
Secure attachment 
Insecure attachment (detached/avoidant) 
Hasil gambar untuk kelekatanInsecure attachment (resistant/ambivalent) 
Insecure attachment (disorganized/disoriented) 

Penelitian yang mengukur secure dan insecure attachment pada remaja menggunakan Adult Attachment Interview (AAI). Berdasarkan jawaban dari pertanyaan dalam AAI, individu dapat diklasifikasikan pada salah satu tipe kelekatan itu (Santrock, 2007), yaitu:
1. Secure attachment merupakan kelekatan yang positif antara orangtua dengan anak yang berhubungan dengan kelekatan yang aman ketika bayi. Boyd & Bee (2006) mengungkapkan pola kelekatan ini menunjukkan seorang remaja siap berpisah dengan pengasuh dan mudah berperilaku eksplorasi; ketika terancam atau ketakutan, remaja aktif mencari kontak dan mudah terhibur; tidak menghindar atau melawan kontak jika orangtua memberi jalan keluar.
2. Dismissing/avoidant attachment merupakan pola kelekatan adanya kekonsistenan akan pengalaman penolakan kelekatan yang diberikan oleh pengasuh. Salah satu kemungkinan yang terjadi dari tipe ini bahwa orangtua dan remaja akan mempunyai jarak dengan sedikit sekali pengaruh dari orangtua. Pada sebuah penelitian, pola kelekatan ini berhubungan dengan tindakan kejahatan dan perilaku agresif pada remaja.
Hasil gambar untuk kelekatan3. Preoccupied/ambivalent attachment merupakan pola kelekatan dimana seorang remaja mempunyai pengalaman kelekatan yang iramanya berlebih (hypertuned). Secara konsisten orangtua tidak selalu ada untuk mereka. Hal ini dapat menghasilkan perilaku mencari kelekatan yang tinggi bercampur dengan perasaan marah. Boyd & Bee (2006) mengatakan remaja menunjukkan sedikit perilaku eksplorasi dan berhati-hati dari orang asing. Sedih ketika berpisah dari ibu atau orangtua tetapi tenang dengan kembalinya orangtua atau usaha orangtuanya yang membuat nyaman. Remaja mencari dan menghindari kontak pada saat yang berbeda. Kemungkinan menunjukkan kemarahan ketika orangtua kembali dan melawan kenyamanan dan kontak dengan orang asing.
4. Unresolved/disorganized attachment merupakan pola kelekatan dimana seorang anak atau remaja menunjukkan tingginya tingkat ketakutan dan disorientasi yang tidak biasa. Kemungkinan hal ini merupakan hasil dari pengalaman traumatis seperti kematian orangtua atau kekerasan oleh orangtua.
Sumber:
Santrock. JW. (2007). Adolescence ( Perkembangan Remaja ). Jakarta : Erlangga

Thursday, November 13, 2014

Modelling (Bandura)


Hasil gambar untuk banduraSocial learning theory adalah sebuah konsep pembelajaran yang dikemukan oleh Albert Bandura yang termasuk dalam aliran behavioristik yang menekankan pada aspek kognitif dan sosial dalam sebuah proses pembelajaran (Miltenberger, 2004). Hal tersebut berkaitan dengan teori resiprokal determinism yang juga dikemukakan oleh Bandura, teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya suatu tingkah laku (bahavior) adalah hasil dari hubungan yang sinergis antara Person (P) adalah orang,Environment (E) adalah lingkungan, dan Behavior (B) adalah tingkah laku itu sendiri, ketiga aspek ini akan saling mempengaruhi satu sama lain (dalam Miltenberger, 2004). Menurut Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard,S,1997, dalam Miltenberger, 2004) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”.
Bandura (1997), dalam Hergenhahn (2009)mencetuskan sebuah teori yang Beliau beri nama observational learning atau biasa disebut dengan modelingyang merupakan proses belajar yang terjadi ketika individu mengamati individu yang lainnya. Menurut Bandura (1997), dalam Weiten (1995), agar seseorang dapat melakukan suatu modelling atau imitasi dengan baik, harus melalui beberapa proses, yaitu:
1.      Attentional Process, yaitu proses yang mendorong minat individu untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model (Bandura, 1997, dalam Weiten, 1995). Proses atensional ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model, kesamaan fisik, karakteristik yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh kapasitas sensori seseorang (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009). Model yang sering tampil dan memiliki karakteristik yang dapat mempengaruhi individu akan lebih diperhatikan daripada model yang jarang tampil, tidak menarik, atau tidak memiliki pengaruh (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009).
2.      Retentional Process, yaitu proses saat individu menyimpan tingkah laku model yang telah diamati dalam ingatannya (Bandura, 1997, dalam Weiten, 1995), baik melalui kode verbal maupun kode imajinal atau pembayangan gerak (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009).
3.      Reproduction Process, yaitu proses saat individu pengamat mencoba berperilaku seperti model yang diamatinya (Bandura, 1997, dalam Weiten, 1995). Reproduksi tingkah laku model awalnya mungkin bersifat kaku dan kasar, tetapi bila intensif diulangi, individu dapat melakukannya dengan sempurna atau mendekati tingkah laku yang dicontohkan model (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009).
4.      Motivation Process,Bandura (1997) percaya bahwa individu akan memunculkan suatu perilaku secara terus-menerus karena adanya dukungan atau motivasi (dalam Weiten, 1995). Penguatan juga mempengaruhi proses atensional individu, tingkah laku yang memiliki penguatan yang lebih besar akan lebih diamati daripada tingkah laku yang memiliki penguatan yang kecil (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009).

Tingkah laku model terkadang menimbulkan rasa takut oleh pengamat jika tingkah laku yang akan ditirukan menghasilkan sesuatu yang negatif, misalnya hukuman (Bandura, 1997, dalam Hergenhahn, 2009). Mengatasi hal tersebut, individu akan mereduksi rasa takut tersebut untuk dapat tetap melakukan aktivitas yang akan ditirunya, proses mereduksi ini dinamakan disinhibition.



Sumber:
Hergenhahn, 2009. Learning Theories, Mc Graw hill

Thursday, October 30, 2014

Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)

Hasil gambar untuk obsesif kompulsifObsessive-compulsive disorder (OCD) merupakan gangguan atau kelainan nomor empat paling umum dalam dunia psikiatri (Bobes, J, et al., 2001). Sedangkan data dari WHO menunjukkan bahwa gangguan OCD menempati posisi ke-10 yang paling membuat orang menjadi tidak mampu (disability) serta menempati posisi ke-5 yang paling sering terjadi pada perempuan berusia 15-44 tahun (Bobes, J, et.al., 2001). Di Amerika Serikat sendiri, populasinya mencapai 2% - 3% dari total populasi.
OCD merupakan gangguan kronis yang memiliki dampak negatif pada kehidupan penderita. Dampaknya antara lain pada akademis, okupasi, kehidupan sosial, dan juga kehidupan keluarganya bahkan hingga kualitas hidupnya secara keseluruhan serta kesehatan fisiknya (Akdede et al., 2005; Antony et al., 1998; Bobes et al., 2001; Bystritsky et al., 1999, 2001; Eisen et al., 2006; Koran et al., 1996; Masellis et al., 2003; Moritz et al., 2005; Rapaport et al., 2005; Rodriguez-Salgado et al., 2006; Stengler-Wenzke et al., 2006, dalam Saxena, S, et.al., 2011).
Hasil gambar untuk obsesif kompulsifBerdasarkan kriteria DSM-IV-TR, obsesi merupakan pikiran yang berulang dan menetap, impuls-impuls, atau dorongan yang menyebabkan kecemasan. Sedangkan kompulsi, perilaku dan tindakan mental repetitive yang dilakukan seseorang untuk menghilangkan ketegangan. Beberapa tanda-tanda perilakunya antara lain: (1) mengupayakan kebersihan dan keteraturan, kadangkala melalui upacara/cara yang rumit yang memakan waktu berjam-jam dan bahkan sepanjang hari; (2) menghindari objek tertentu, seperti menghindari segala sesuatu yang berwarna cokelat,dsb; (3) melakukan praktek-praktek repetitis, magis, dan protektif, seperti menghitung, mengucapkan angka tertentu, atau menyentuh semacam jimat atau bagian tubuh tertentu; atau (4) mengecek sebanyak tujuh atau delapan kali untuk memastikan bahwa tindakan yang telah dilakukan telah benar-benar dilakukan. (Bennet, 2006).
Hasil gambar untuk obsesif kompulsifUraian di atas menunjukkan bahwa penanganan bagi penderita OCD tentunya penting untuk dilakukan, terutama bagi “kebiasaan” penderita untuk mencuci tangan sesering mungkin karena merasa tangannya kotor. “Kebiasaan” ini tentu akan menghabiskan waktunya, tenaga, dan uang, untuk membeli sabun misalnya. Sehingga penderita akan merasa terganggu dan juga orang-orang yang ada di sekitarnya. Di saat yang sama, penderita akan merasa tidak percaya diri karena merasa dirinya “aneh” dan “berbeda” dari orang-orang di sekelilingnya. Penderita OCD juga memiliki konsep berpikir yang salah mengenai kebersihan yang mana nantinya dapat “berkembang” lebih buruk bila tidak segera ditangani.


Sumber:
Bennet, Paul. 2006. Abnormal and Clinical Psychology: An Introductory Textbook (2nd edition). New York: Mc.Graw Hill-Open University Press.
Bobes, J., et al. (2001). Quality of life and disability in patients with obsessive compulsive disorder. Eur Psychiatry, 16, 239-245.
Miltenberger, Raymond G. (2004). Behavior Modification: Principles and Procedures, third edition. California: Thomson Wadsworth
Saxena, S., et al. (2011). Quality of life and functional impairment in compulsive hoarding. Journal of Psychiatric Research, 45, 475-480.