Monday, January 11, 2016

Kebahagiaan otentik (Authentic Happiness)

Hasil gambar untuk authentic happiness
Definisi Kebahagiaan otentik (Authentic Happiness)
Pada kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua (1995), definisi dari kebahagiaan yaitu perasaan bahagia, kesenangan dan ketentraman hidup yang bersifat lahir batin sedangkan otentik yang dituliskan di kamus dengan autentik yaitu asli, sah. Sedangkan, Seligman (2013) mengatakan bahwa kebahagiaan merupakan emosi positif yang muncul dari kekuatan (strength) dan keutamaan (virtue). Perasaan positif muncul dengan melatih kekuatan (strength) serta keutamaan (virtue) dalam diri dibandingkan dengan mengambil jalan pintas untuk bahagia disebut dengan otentik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kebahagiaan otentik merupakan kebahagiaan yang dapat dicapai melalui identifikasi kekuatan (strengths) dan keutamaan (virtue) dalam diri individu dan menggunakannya dalam kesehariannya dan dengan memahami kekuatan dan yang dimiliki maka individu ini dapat mencapai kebahagiaan otentiknya. Individu tersebut lebih mengidentifikasi dan meningkatkan kekuatan yang khas dari dirinya untuk mencapai kepuasan hidup daripada mengeksplorasi kekurangan untuk ditingkatkan. Konsep ini tidak terlepas dari psikologi positif sebagai aliran utamanya sehingga peneliti akan mengurai mengenai pengaruh psikologi positif dalam lahirnya kebahagiaan otentik.


Psikologi Positif


Seligman (2004) mengatakan sejak perang dunia kedua, topik penelitian dari psikologi secara besar fokus pada tema besar tentang penderitaan. Psikolog menghitung dengan teliti dan presisi konsep tentang depresi, skizoprenia, dan amarah. Sayangnya, individu pada umumnya justru menginginkan adanya emosi positif dalam hidup mereka dan menginginkan membangun kekuatan diri mereka tidak hanya menekan atau mempersempit kekurangan dalam diri mereka (Seligman,2004). Meskipun begitu, karakteristik nilai dari psikologi positif tidak selamanya mengarah kepada kebahagiaan (Diener dalam Snyder, 2003). Hal ini dikarenakan individu tersebut gagal menggabungkan pengalaman subyektif individu itu sendiri. Akan menjadi sulit untuk melihat sisi positif dari individu bila ia sendiri tidak melihat sisi manfaat dari kehidupannya (Snyder, 2003). 

Kemudian menurut Seligman (2004) Psikologi positif secara nyata menyimpang dari permasalahan pokok psikologi seperti gangguan mental, kekerasan, kriminalitas, trauma, depresi dan terapi. Psikologi positif menurut Seligman (2004) sebagai studi ilmiah yang fokus pada tiga perbedaan hidup bahagia yang sesuai dengan tiga keinginan yaitu kesenangan hidup (the pleasant life) tentang emosi positif, Kehidupan yang baik (the good life) tentang sifat positif dari individu yang menjadi kekuatan dan keutamaan di dirinya (strengths and virtue), dan kebermaknaan hidup (the meaningful life) tentang institusi positif seperti keluarga yang kuat dimana tiga hal ini akan mengarahkan individu untuk melihat manfaat dan memunculkan emosi positif dari kehidupannya.
Jadi, psikologi positif menurut Seligman (2013) tentang kebahagiaan yang dirumuskan dalam tiga hal yaitu emosi positif, keterlibatan, dan kebermaknaan hidup. Tujuan dari psikologi positif adalah untuk meningkatkan kemakmuran hidup manusia sehingga Seligman membawa kajian psikologi tidak hanya berpusat meneliti tentang penyakit, kelemahan, dan kerusakan yang terjadi di manusia melainkan mengedepankan kekuatan dan keutamaan (strengths dan virtue) yang dimiliki individu tersebut. Saleebey dalam Snyder (2003) mengatakan setiap orang memiliki kekuatan yang bisa digali oleh para psikolog untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Sehingga perlakuan yang diberikan tidak hanya membenarkan atau memperbaiki apa yang salah, namun juga pada saat menggali dan mendistorsi realitas individu ketika mengidentifikasi hal positif dari permasalahan mereka dengan kata lain psikolog positif juga membuka kekuatan dalam diri pada permasalahan yang dihadapi individu tersebut (Wright dan Fletcher dalam Snyder, 2003).
Faktor-faktor Kebahagiaan Otentik

Konseptualisasi dari kebahagiaan Seligman (2013) memiliki tiga faktor utama yang menggabungkan pengalaman dari emosi positif (positive emotions), keterikatan pada aktivitas kehidupan (engagement), dan prestasi dari sebuah tujuan (purpose) atau makna dari kehidupan (meaningful life) yaitu :

1. The Pleasant Life (pleasure)

The pleasant life mempertimbangkan kebahagiaan yang didasarkan pada perasaan yang didasarkan pada kenikmatan didalamnya (pleasure-based feeling). Perasaan positif ini didapatkan dari pengalaman serta latihan yang dilakukan pada emosi positif tentang masa lalu (past) seperti kepuasan (satisfaction), kepuasaan pada diri sendiri (complacency), dan kebanggaan (pride). Lalu tentang saat ini (present) seperti kenikatan dari kesenangan atau pada masa depan (future) seperti perasaan pada harapan dan optimis. 

Di dalam pleasant life terdapat dua macam kenikmatan (pleasure) yaitu bodily pleasure dan higher pleasure. Bodily pleasure kenikmatan didapat dari sensasi organ yang langsung menuju emosi positif seperti menyentuh, merasakan, melihat, dan pendengaran yang bisa secara langsung menimbulkan kenikmatan. Higher pleasure memiliki banyak kesamaan dengan bodily pleasure. Namun, dalam higher pleasure menggunakan kognitif serta lebih kompleks sehingga dibagi menjadi tiga klasifikasi dari higher pleasure yaitu high intensity pleasure seperti getaran hati (trhill), rasa terpesona (rapture), kegembiraan (excitement), kegembiraan yang luar biasa (ecstasy), sentakan (kick), dan kegirangan hati (elation). Moderate intensity pleasure seperti semangat yang meluap-luap (ebullience), kekuatan (vigor), dan riang (glee). Low intensity pleasure seperti kenyamanan (comfort), hiburan (amusement), relaksasi (relaxation), dan rasa kenyang (satiation). 

Hasil gambar untuk authentic happiness2. The Good Life (engagement) 
The Good Life merupakan bagian dari kesadaran dan alur yang menghasilkan kepuasan (gratification) pada saat melakukan aktivitas yang disukai bukan kehadiran akan sebuah kenikmatan (pleasure). Kenikmatan (pleasure) dapat dicari, dipelihara, dan dijelaskan namun tidak dengan kepuasan (gratification). Gratifications menjelaskan tentang bagaimana pembentukan kekuatan (strength) dan keutamaan (virtue) dalam diri.
Terdapat komponen psikologis dari (gratification) yaitu tugas yang dilakukan menantang dan membutuhkan kemampuan, konsentrasi pada saat melakukan, terdapat tujuan yang jelas, mendapat tanggapan (feedback) secara langsung, terlibat secara mendalam, terdapat sensasi mengontrol, waktu terhenti, dan sensasi dari penghilangan diri (self-vanish). Dari semua komponen dalam gratifications didalamnya tidak terdapat emosi positif karena berbuat keutamaan bukan dirasakan dan sadar dalam melakukannya melainkan berada pada alur hati yang berperan.

3. The Meaningful Life 
Meaning atau pemaknaan berkaitan dengan penggunaan salah satu tanda kekuatan-khas (signature strength) untuk melayani banyak tujuan dibandingkan untuk kesenangan diri belaka (Seligman,2013). Kekuatan (strength) dicontohkan seperti integritas, keberanian, dan keutamaan berbeda dengan bakat (talents). Pada dasarnya bakat (talents) tidak dibangun seperti kekuatan (strength). Ketika bakat (talents) dibentuk dengan sedemikian rupa, hanya sedikit improvisasi yang muncul karena bakat tersebut memang telah ada. Berbeda dengan kekuatan (strength) yang dapat dibentuk meskipun dengan pondasi yang lemah namun dengan latihan yang cukup, persistensi, pembelajaran yang baik, serta dedikasi maka akan tumbuh mengakar dan subur.
Emosi Positif dalam Kebahagiaan Otentik

Seligman (2013) menyatakan bahwa kebahagiaan dapat tercapai dengan adanya emosi positif di dalam hidup manusia dan meliputi tiga bagian dari kebahagiaan, yaitu :

1. Satisfaction about the past

Di dalam emosi positif terdapat pengalaman tentang masa lalu (past), saat ini (present), dan masa yang akan datang (future). Emosi positif yang ada di masa yang akan datang (future) yaitu optimis, harapan, dan kepercayaan. Namun, di masa saat ini (present) ekstasi, rasa tenang, kesenangan ada didalamnya dan sering disebut dengan “kebahagiaan” menurut orang pada umumnya. Emosi positif pada masa lampau yaitu pada rasa bangga, perasaan puas, dan tentram. Namun, ketiga emosi positif tersebut tidak saling berhubungan dan menurut Seligman (2013) dengan mempelajari tiga macam kebahagiaan ini, kita dapat memindahkan emosi ke arah yang lebih positif dengan mengubah perasaan di masa lampau, bagaimana berpikir tentang masa depan, dan bagaimana merasakan apa yang terjadi saat ini. 
Hasil gambar untuk authentic happinessSeligman (2013) menambahkan untuk mendapatkan kebahagiaan yang melekat tentang masa lalu yaitu pertama dengan intelektual, membiarkan ideologi tentang masa lalu yang menentukan masa depan. Kemudian yang kedua dan ketiga yaitu emosional dan apa yang mengubah kenangan. Meningkatkan rasa syukur (gratitude) tentang hal yang baik pada memori positif masa lalu secara intensif dan belajar bagaimana memaafkan kesalahan masa lalu yang mengakibatkan tidak adanya kepuasan. 


2. Optimism about the future 
Emosi positif yang ada di masa depan (future) adalah rasa percaya diri, harapan, dan optimis. Optimis (optimism) dan harapan (hope) dapat dibentuk dan menyebabkan pertahanan diri yang baik ketika permasalahan datang. Konsep dalam optimisme (optimism) membawa harapan (hope) menjadi salah satu bagiannya. Harapan (hope) bergantung pada dua dimensi yang diambil secara bersamaan. Menemukan penyebab dari pengalaman yang permanen dan universal sejalan dengan penyebab sementara dan spesifik dari ketidakberuntungan adalah seni dari harapan (hope).
Ketika kita menyadari adanya pemikiran pesimis (pessimistic) yang tidak terduga, kita dapat mendebatnya dengan model ABCDE. A adalah adversity (kesengsaraan), B adalah belief (kepercayaan) yang langsung muncul, C untuk consequences (konsekuensi) dari Belief (kepercayaan), D untuk disputation (perselisihan) dari belief (kepercayaan), dan E untuk energization (tenaga) yang dapat terjadi mengikuti adversity (kesengsaraan), kita bisa mengubah reaksi dari kesal dan menyerah menjadi gembira. Ketika ada permasalahan muncul (adversity) maka mempengaruhi apa yang dipercayai sebelumnya (belief) dan menyebabkan konsekuensi (consequences) seperti kesal, sedih, kecewa. Kemudian, munculnya kesadaran dalam diri melihat fakta disekitarnya dan berhenti berselisih (disputation). Di akhir, munculnya kekuatan dan tenaga untuk merasa lebih baik lagi (energization).

3. Happiness in the Present
Di dalam kebahagiaan di masa saat ini (present) memiliki perbedaan dengan kebahagiaan di masa lampau (past) dan masa yang akan datang (future), dua hal yang ditekankan yaitu kesenangan (pleasure) dan kepuasan (gratifications). Kesenangan (pleasure) memiliki pengaruh sensori yang jelas dan komponen emosi yang kuat seperti kegembiraan yang luar biasa (ecstasy), getaran hati (thrill), kenyamanan (comfort), riang gembira (mirth), dan gembira sekali (exuberance). Mereka semua adalah fana dan hanya sedikit berpikir dalam melakukannya.
Sementara, kepuasan (gratification) adalah aktivitas yang sering dilakukan tetapi tidak diikuti dengan rasa sensori dan hilang kesadaran dalam melakukannya seperti menikmati membaca buku, memanjat tebing, dan menari merupakan contoh dari aktivitas yang membuat waktu terasa berhenti sejenak dan kita menyentuh apa yang menjadi kekuatan (strength) kita. Kepuasan (gratifications) lebih bertahan lama dibandingkan dengan kesenangan (pleasure) karena lebih banyak memasukkan berpikir dan interpretasi didalamnya serta tidak mudah habituasi setelah melakukannya.
Kekuatan dan Keutamaan (Strengths and virtues) dari Kebahagiaan Otentik

Keutamaan (virtue) dalam diri memunculkan kekuatan (strength) yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan otentik (Seligman,2013). Keutamaan (virtue) yang terjadi secara umum di negara dan budaya manapun melalui sebuah tradisi, Berikut 6 pembagian keutamaan (virtue) yang berkaitan dengan kekuatan (strength) pada diri manusia menurut Seligman (2013) :
1. Kebijaksaan (wisdom) dan Pengetahuan (knowledge)
Di dalam kebijaksaan dan pengetahuan terdapat enam macam kekuatan (strength) yang mendasarinya yaitu curiosity, love of learning, critical thinking, practical intelligence, social intelligence, dan perspective. 

2. Keberanian (courage)

Kekuatan (strength) yang ditampilkan dari latihan dan berakhir dengan layak dan tidak tertentu dari pencapaian yang diinginkan. Untuk kualifikasi keberanian (courage), dilakukannya perilaku yang kuat dihadapan permasalahan yang dihadapinya. Keutamaan (virtue) yang dilakukan secara umum sangat dikagumi dan setiap budaya memiliki sosok pahlawan yang mencontohkan keutamaan (virtue). Terdapat tiga kekuatan (strength) di dalam keutamaan (virtue) yaitu keberanian dan perasaan berani (valor and bravery), ketekunan (persevarence), dan integritas (integritas).

3. Cinta dan kemanusiaan (love and humanity)

Hasil gambar untuk authentic happinessKekuatan yang ditampilkan disini adalah peran dari interaksi sosial yang positif dengan orang lain seperti teman, anggota keluarga, dan orang lain. Dalam keutamaan (virtue) terdapat dua kekuatan di dalamnya yaitu kebaikan dan kemurahan hati (kindness and generosity) dan mencintai & membiarkan dirinya untuk dicintai (loving and allowing oneself to be loved).

4. Keadilan (justice)

Kekuatan (strength) yang ditampilkan merupakan kegiatan sehari-hari. Disinggung tentang bagaimana berelasi dengan kelompok yang besar seperti keluarga, komunitas di sekitar kita, dan dunia. 
5. Kesederhanaan (temperance)
Sebagai inti dari keutamaan (virtue), kesederhanaan menunjukkan ekspresi yang benar dan sesuai dengan apa diinginkan. Orang yang sederhana, selalu menggunakan pemahaman yang ada pada dirinya untuk beraksi.
6. Spiritualitas dan Kepentingan (spirituality and transcendence) 
Memiliki keyakinan yang kuat dan koheren tentang tujuan dan makna yang tinggi dari alam semesta. Mengetahui tempat yang layak bagi diri sendiri dalam skema yang besar.

Dari keenam pembagian keutamaan (virtue) didalamnya masing-masing terdapat 24 macam dari kekuatan (strength) menurut Seligman (2013) yaitu :
1. Keingintahuan pada dunia (curiosity) 
Kecurigaan (Curiosity) akan segala sesuatu yang ada di dunia ini serta terbuka untuk pengalaman dan fleksibel dalam melihat dari berbagai sisi, tidak terfokus pada satu konsep saja.
2. Kecintaan untuk Belajar (Love of Learning)
Cinta untuk belajar (love of learning) yaitu menyukai hal baru atau segala macam kesempatan yang ada digunakan untuk belajar sehingga akan terlihat menjadi suatu kekuatan (strength) ketika akan dibutuhkan. 
3. Pertimbangan / Pemikiran Kritis / Keterbukaan Pikiran (Judgement / Critical Thinking / Open Mindedness)
Berfikir sesuatu dan menilai informasi dari segala aspek penting akan diri sendiri. Tidak melompat langsung kepada suatu kesimpulan dan dalam membuat keputusan melainkan melihat bukti yang konkrit sebelumnya merupakan bentuk dari berpikir kritis (critical thinking).
4. Kecerdikan / orisinalitas / intelejensia Praktis / Kecerdasan sehari-hari (Ingenuity / Originality / Practical Intelligence / Street Smarts)
Kategori dari kekuatan (strength) ini memasukkan apa yang disebut orang-orang sebagai kreativitas. Terkadang manusia melakukan hal yang jarang dilakukan pada umumnya (secara konvensional). Kekuatan (strength) ini biasa disebut dengan practical intelligence, common sense, atau streets smarts.
5. Kecerdasan sosial/kecerdasan pribadi / kecerdasan emosional 
Intelegensi personal (personal intelligence) dan intelegensi sosial (social intellegence) merupakan pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain. Waspada akan suatu dorongan (motives) dan juga perasaan (feelings) pada orang lain yang berdampak terhadap respon yang diberikan kepada mereka. Intelegensi sosial (social intellegence) merupakan kemampuan untuk menyadari perbedaan dari orang lain seperti hormat kepada perasaan (moods), temperamen atau emosi, motivasi, dan intensi dalam mengambil langkah untuk bersikap. Intelegensi personal (personal intelligence) memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam perasaan di diri sendiri dan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk memahami dan menuntun perilaku diri sendiri. 
Hasil gambar untuk authentic happiness6. Perspektif (Perspective)
Perspektif (perspective) merupakan penggolongan yang paling matang dari kekuatan (strength). Pada perspektif ini orang menggambarkan tentang pengalaman yang dimiliki untuk membantu menyelesaikan permasalahan dan mengambil perspektif untuk dirinya sendiri. Pengalaman yang dimiliki membantu kita untuk mencari solusi dari permasalahan dan mengambil perspektif dari permasalahannya. Orang yang bijaksana merupakan orang yang ahli untuk memilah mana yang penting di kehidupannya.
7. Keberanian dan Kepahlawanan (Valor and Bravery)
Keberanian (valor) lebih dari kepahlawanan (bravery) untuk berada di bawah api, ketika kesejahteraan psikologisnya terancam. Hal ini berhubungan dengan intelektual dan sikap emosional yang tidak popular, sulit, dan berbahaya. Orang yang merasa ada jiwa kepahlawanan (bravery) bisa memisahkan emosi dan komponen perilaku seperti rasa takut, melawan respon perilaku untuk melawan dan menghadapi situasi yang menakutkan, meskipun memproduksi ketidaknyamanan dari reaksi subyektif dan reaksi fisik. 
8. Sifat ulet / Rajin / Tekun (Perseverance / Industry / Diligence)
Ketekunan (perservance) muncul ketika bisa mengambil proyek yang sulit dan dikerjakan dengan tanpa mengeluh disebut dengan orang industri (industry). Orang industri (industry) yang sesungguhnya adalah orang yang fleksibel, realistik, dan tidak perfeksionis. 
9. Integritas / Ketulusan / Kejujuran (Integrity / Genuineness / Honesty)
Orang yang menjunjung tinggi kejujuran (honesty), tidak hanya berbicara tentang kebenaran tetapi menjalani hidupnya dengan ikhlas (genuine) dan otentik. Dengan integritas (integrity) dan keikhlasan (genuiness), lebih dari sekedar mengatakan hal yang jujur kepada orang lain, tetapi membawa diri dengan intensi dan komitmen kepada orang lain dan diri sendiri. 
10. Kebaikan dan Kemurahan hati (Kindness and Generosity)
Orang yang baik (kindness) dan kemurahan hati (generousity) kepada orang lain serta tidak merasa sibuk ketika melakukan segala hal. Setiap watak (traits) di kategori ini memiliki inti pemahaman untuk berbuat baik kepada orang lain. Perasaan empati dan simpati merupakan komponen yang berguna untuk kekuatan (strength) ini.
11. Mencintai dan Mengasihi (Loving and Allowing Oneself to be loved)
Kekuatan (strength) dari mencintai dan mengasihi (loving and allowing oneself to be loved) merupakan bukti ketika kita menilai kedekatan dan hubungan dengan orang lain. 
12. Bermasyarakat / Tugas / Kerja Tim / Loyalitas (Citizenship / Duty / Teamwork / Loyalty)
Sebagai anggota dari sebuah tim, kita adalah orang yang setia (loyalty) dan anggota kelompok yang berdedikasi dan selalu membagikan info kepada anggota serta berjuang keras untuk kesuksesan kelompok. Ini merupakan pembagian dari kekuatan (strength) yang menunjukkan bagaimana kesetiaan (loyalty) kita pada situasi berkelompok. 
13. Keadilan dan Persamaan (Fairness and Equity)
Kita tidak membiarkan prasangka (bias) ada pada saat membuat keputusan. Kita membiarkan setiap orang memiliki kesempatan (equity) untuk menegakkan keadilan dalam dirinya (fairness). 
14. Kepemimpinan (Leadership)
Kita mengerjakan pembagian aktivitas pekerjaan dengan sangat baik dan melihat apa yang terjadi didalamnya. Seorang pemimpin (leader) harus bisa menjadi pemimpin yang efektif dan membuat pekerjaan kelompok dikerjakan dengan baik dan menjaga relasi yang baik dengan anggota lainnya. Pemimpin yang baik ketika ia dapat memegang relasi antar kelompok dengan sangat baik. 
15. Pengendalian diri (Self Control)
Hasil gambar untuk authentic happinessKita bisa dengan mudah memiliki hasrat, keinginan, dan gerakan hati namun mengeluarkannya disaat yang tepat merupakan pengendalian diri (self control) pada manusia. Tidak cukup hanya dengan mengetahui mana yang benar dan tidak tetapi juga meletakkan pemahaman kita ketika akan beraksi.
16. Penuh Pertimbangan (Prudence)
Penuh pertimbangan (prudence) merupakan tindakan yang dilakukan dengan sangat berhati-hati. Orang yang bijaksana tidak mengatakan sesuatu yang akan membuat dirinya menyesal nantinya. Orang yang bijaksana (prudence) selalu menunggu sampai semua suara telah disepakati ketika akan beraksi.
17. Rendah Hati dan Bersahaja (Humility and Modesty)
Tidak merasa menyesal menganggap diri kita spesial dan orang lain menyadari dan bersahaja (modesty). Orang yang sederhana (humble) melihat kepribadian mereka sebagai aspirasi diri, kemenangan, dan melawan kecantikan bukan sebagai hal yang utama.
18. Apresiasi terhadap keindahan dan keunggulan (Appreciation of Beauty and Excellence)
Ketika kita mengapresiasi keindahan (beauty), keunggulan (excellence), dan kemampuan disegala bidang seperti kesenian, matematika, ilmu alam, dan hal keseharian merupakan apresiasi dari kecantikan dan kesempurnaan (appreciation of beauty and excellence). 
19. Rasa syukur (Gratitude)
Kita selau waspada akan hal baik yang terjadi dan selalu bersyukur (gratitude). Kitapun selalu menyempatkan waktu untuk mengatakan terimakasih sebagai wujud dari rasa syukur (gratitude). Bersyukur (gratitude) adalah apresiasi dari kesempurnaan karakter moral seseorang. 
20. Harapan / Optimisme / Berpikiran ke depan 
Kita mengharap yang terbaik untuk masa depan dan merencanakan untuk bekerja untuk meraihnya. Harapan, optimis, dan berpemikiran masa depan (future mindedness) adalah bagian dari kekuatan (strength) yang menunjukkan pendirian yang positif ke arah masa depan. Mengharapkan hal yang baik terjadi akan terjadi dan perasaan ini dapat membuat kita untuk bekerja lebih keras dan merencanakan untuk berjalannya masa depan yang lebih baik serta kehidupan yang berorientasi pada tujuan. 
21. Spiritualitas (Spirituality)
Kita memiliki kepercayaan yang kuat tentang tujuan yang tinggi dan bermakna bagi semesta alam. Kita tahu dimana tempat yang pas untuk skema yang besar. Kita percaya bahwa setiap aksi dan sumber yang membuat kita merasa nyaman merupakan bagian dari spritualitas (spirituality). 
22. Pemaaf dan Ikhlas (Forgiveness and Mercy)
Kita memaafkan (forgiveness) mereka yang berbuat salah dan memberikan mereka kesempatan kedua. Prinsip kita adalah untuk selalu ikhlas (mercy) bukan balas dendam. Memaafkan merupakan representasi dari sebuah keuntungan untuk berubah ditujukan pada individu yang berbuat salah atau menyakiti orang lain. Motivasi dasar dari orang yang memaafkan adalah untuk memunculkan tendensi berbuat lebih positif yang lebih dibandingkan negatifnya pada orang yang dimaafkannya.
23. Sikap Main-main dan Rasa humor (Playfulness and Humor)
Kita senang untuk tertawa dan membawa senyum kepada orang lain merupakan sensasi dari sebuah humor. Kitapun bisa dengan mudah melihat cahaya dari sisi kehidupan. Dari berbagai macam kekuatan (strength) yang ditulis diatas salah satunya yaitu keceriaan (fun) yang ada dalam sikap ingin main-main. (playfulness).
24. Semangat/gairah/Antusiasme (Zest/Passion/Enthusiasm)
Orang yang memiliki spirit dalam hidupnya tergolong dalam zest/passion/enthusiasm.


Sumber:

Aulia, Firza Tuzzahra. (2015). Hubungan antara Acceptance of Disability dengan Kebaha-giaan Otentik pada Penyandang Disabilitas Komunitas Disable Motorcycle Indonesia (DMI). Skripsi. Surabaya: Fakultas Psikologi Unair


Monday, January 4, 2016

Makna Hidup


Hasil gambar untuk makna hidupIstilah makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl, seorang dokter ahli penyaki saraf dan jiwa yang landasan teorinya disebut logoterapi. Kata logoterapi berasal dari kata ”logos” yang artinya makna (meaning) atau rohani (spiritualy), sedangkan ”terapi” adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara umum mengakui adanya dimensi kerohanian pada manusia disamping dimensi ragawi dan kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningfull life) yang didambakan (Frankl dalam Bastaman 2007). Pencarian akan makna hidup akan berlangsung setua manusia itu sendiri. Hal ini adalah karakteristik utama yang membedakan keberadaan manusia dengan hewan (Lukas, 1986).
Makna hidup adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar sarta dapat dijadikan tujuan hidupnya. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini berarti dan biasanya individu yang menemukan dan mengembangkannya akan terhindar dari keputusasaan (Bastaman, 1996). Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, baik dalam keadaan yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, keadaan bahagia, dan penderitaan. Ungkapan seperti ”makna dalam derita” (meaning in suffering) atau ”hikmah dalam musibah” (blessing in disguise) menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun makna hidup akan tetap dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga dan berarti (meaningfull) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tidak terpenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless), hampa dan tidak berguna (Bastaman, 2007). 
Hasil gambar untuk makna hidupMakna hidup merupakan bagian dari kenyataan hidup yang dapat dijumpai di dalam setiap kehidupan. Oleh karena itu, makna hidup dapat berubah-ubah sewaktu-waktu. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, tetapi hanya dapat dipenuhi jika dicari dan ditemukan oleh diri sendiri (Frankl, 1984). Individu dalam mencapai makna hidupnya harus menunjukkan tindakan dari komitmen yang muncul dalam dirinya. Melalui komitmen tersebut seseorang akan menjawab tantangan yang ada dan memberikan sesuatu kepada hidup individu yang mencarinya (Koeswara, 1992). 

Karakteristik Makna Hidup 
Makna hidup sebagaimana dikonsepkan oleh Frankl (dalam Bastaman, 2007) memiliki beberapa karakteristik : 
a. Makna hidup memiliki sifat yang unik, pribadi dan temporer. Artinya segala sesuatu yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi dirinya biasanya bersifat khusus, berbeda dan tidak sama dengan makna hidup orang lain. Selain itu, makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun melainkan harus ditemukan sendiri (Frankl, dalam Bastaman 1996).
b. Makna hidup itu spesifik dan nyata, makna hidup dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari serta tidak selalu dikaitkan dengan halhal yang abstrak, tujuan-tujuan idealistis dan prestasi-prestasi akademis. 
c. Makna hidup memberi pedoman dan arah tujuan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan 

Sumber-Sumber Makna Hidu
Makna hidup menuntut keaktifan dan tanggung jawab individu untuk memenuhinya (Koeswara, 1992). Makna hidup tidak hanya ditemukan dalam keadaan yang menyenangkan, namun juga dapat ditemukan pada saat penderitaan. Dalam kehidupan, terdapat tiga bidang potensial yang mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidupnya. Ketiga nilai (values) ini merupakan sumber-sumber makna hidup, yang terdiri dari (Frankl, 1984) adalah : 
a. Nilai-nilai kreatif (Creative Values) Merupakan salah satu dari cara yang dikemukakan oleh logoterapi dalam memberikan arti bagi kehidupan yaitu dengan “melihat apa yang dapat diberikan bagi kehidupan ini (what we give to life). Melalui tindakan-tindakan kreatif dan menciptakan suatu karya seni, menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya (Frankl dalam Bastaman 2007). 
b. Nilai-nilai penghayatan (Experiental Values) Cara kedua adalah dengan melihat ”apa yang dapat kita ambil dari dunia ini” (what we take form the world). Dengan mengalami sesuatu, melalui kebaikan, kebenaran dan keindahan, dengan menikmati alam dan budaya atau dengan mengenal manusia lain dengan segala keunikannya. Selain itu cinta kasih dapat menjadikan seseorang menghayati perasaan berarti dalam kehidupannya. Dengan mencintai dan merasa dicintai seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengn pengalaman hidup yang membahagiakan (Frankl, dalam Bastaman 2007) 
c. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values) Cara ketiga adalah “sikap yang diambil untuk tetap bertahan terhadap penderitaan yang tidak dapat dihindari” (the attitude we take toward unavoidable suffering), Yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi. Dalam hal ini yang diubah bukan keadaan namun sikap yang dapat diambil dalam menghadapi keadaan itu. 

Komponen-komponen yang Menentukan Keberhasilan dalam Pencarian Makna Hidup 
Bastaman (1996) mengemukakan komponen-komponen yang menentukan berhasilnya seseorang dalam merubah hidup dari penghayatan hidup tidak bermakna menjadi lebih bermakna. Komponen-komponen tersebut adalah: 
Hasil gambar untuk makna hidup1. Pemahaman Diri (Self Insight), yakni meningkatnya kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan kearah kondisi yang lebih baik.
2. Makna Hidup (Meaning of Life), yakni nilai-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan pengarah-pengarah kegiatannya. 
3. Pengubahan Sikap (Changing Attitude), dari yang semula tidak tepat menjadi tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup, dan musibah yang tidak dapat terelakkan. 
4. Keikatan Diri (Self Commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang di tetapkan. 
5. Kegiatan Terarah (Directed Activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-potensi pribadi, bakat, kemampuan, keterampilan yang positif serta pemanfaatan relasi antarpribadi untuk menunjang tercapainya makna hidup dan tujuan. 
6. Dukungan Sosial (Social Support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan selalu bersedia membantu pada saatsaat diperlukan. 

Kelompok Orang yang Mencari Makna 
Frankl (1884) membagi dua kelompok orang yang mencari makna: 
a. People in Doubt 
Orang yang berada dalam keraguan, segala sesuatu terlihat buruk dan dipertanyakan. Mereka mencari tujuan hidup untuk dikejar, ide untuk dipercayai dan tugas untuk dipenuhi. Mereka menemukan diri mereka berada dalam kekosongan yang diistilahkan dengan existensial vacuum dan mereka tidak melihat adanya tujuan dalam hidup mereka, serta sedang mencari makna. Pencarian makna ini jika tersangkut dalam suatu kondisi permanen keraguan, dan tidak ada perkembangan, mungkin akan menghasilkan neurotis serius, psikotis dan depresi. 
b. People in Despair 
People in despair adalah mereka yang tadinya memiliki orientasi hidup yang bermakna, tetapi kemudian kehilangan makna itu akibat hilangnya rasa percaya diri atau menemukan bahwa makna tersebut mengecewakan. Kelompok ini terdiri dari mereka yan pernah mengejar dalam kesenangan, kekuasaan, kesejahteraan, menyadari mereka mengejar sesuatu yang tidak memiliki kelanjutan dan sekarang masih merasa kosong. Realitas ini dapat mengarah pada kemunduran, perasaan tidak bermakna dan pemikiran untuk bunuh diri. 

Penghayatan Hidup Bermakna 
Individu yang menghayati hidup bermakna menunjukkan corak kehidupan penuh semangat dan gairah hidup serta jauh dari perasaan hampa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tujuan hidup, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek akan lebih jelas terlihat dan kegiatan individu tersebut akan menjadi terarah (Frankl dalam Bastaman 2007). Menurut Schultz (1991) kehidupan baru terasa bermakna dan mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang penuh dengan penderitaan. Individu yang berhasil menghayati hidup bermakna akan menjalankan kehidupan sehari-hari dengan penuh gairah dan semangat serta jauh dari perasaan hampa, walaupun dalam situasi yang tidak menyenangkan atau dalam penderitaan (Budiraharjo, 1997). 

Kebermaknaan hidup dapat diwujudkan dalam sebuah keinginan untuk menjadi orang yang berguna untuk orang lain, apakah itu anak, istri, keluarga dekat, komunitas dan negara dan bahkan umat manusia (Ancok dalam Frankl 2003). Bastaman (1996) berdasarkan pada teori Frankl mengajukan suatu proposisi mengenai urutan pengalaman dan tahap-tahap kegiatan seseorang dalam mengubah penghayatan hidup dari kondisi tidak bermakna (meaningless) menjadi bermakna (meaningfull).

Selanjutnya tahap-tahap ini dapat di kategorikan atas lima kelompok tahapan berdasarkan urutannya, yaitu (Bastaman, 1996) : 
Hasil gambar untuk makna hidupa. Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna)
Individu berada dalam kondisi hidup tidak bermakna. Mungkin ada peristiwa tragis atau kondisi hidup yang tidak menyenangkan. 
b. Tahap penerimaan diri (pemahaman diri, pengubahan sikap) 
Muncul kesadaran diri untuk mengubah kondisi diri menjadi lebih baik lagi. Biasanya muncul kesadaran diri ini disebabkan banyak hal, misalnya perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil doa dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain atau peristiwa-peristiwa tertentu yang secara dramatis mengubah hidupnya selama ini. 
c. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan tujuan hidup) 
Kebahagiaan (Happiness) Hidup Bermakna (Meaningfull Life) Kegiatan Terarah dan Pemenuhan Makna Hidup (Directed Activities and Fulfilling Meaning) Menyadari adanya nilai-nilai berharga atau hal-hal yang sangat penting dalam hidup, yang kemudian ditetapkan sebagai tujuan hidup. Hal-hal yang dianggap penting dan berharga itu mungkin saja berupa nilai-nilai kreatif, seperti berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti penghayatan keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
d. Tahap realisasi makna (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna hidup) 
Semangat hidup dan gairah kerja meningkat, kemudian secara sadar membuat komitmen diri untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah. Kegiatan ini biasanya berupa pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan. 
e. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan) 
Pada tahap ini timbul perubahan kondisi hidup yang lebih baik dan mengembangkan penghayatan hidup bermakna dengan kebahagiaan sebagai hasil sampingnya. Bastaman (1996) mengatakan bahwa kenyataannya urutan proses tersebut dapat tidak diikuti secara tepat sesuai dengan konstruksi teori yang ada. 

Penghayatan Hidup Tanpa Makna 
Individu mungkin saja gagal dalam memenuhi hasrat untuk hidup dengan memiliki makna. Hal ini antara lain karena kurangnya kesadaran bahwa kehidupan dan pengalaman mengandung makna hidup potensial yang dapat fditemukan dan kemudian dikembangkan (Bastaman, 1996). Ada individu yang tidak dapat melihat adanya makna hidup dalam keadaan mereka yang buruk padahal makna hidup akan tetap ada. Terkadang kehidupan baru dapat mengandung suatu arti ketika berhadapan dengan situasi yang dipenuhi dengan penderitaan (Schultz, 1991). Ketidakberhasilan menghayati makna hidup biasanya menimbulkan frustasi eksistensial dan kehampaan eksistensial yang ditandai dengan hilangnya minat, berkurangnya insiatif, munculnya perasaan absurd dan hampa, gersang, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, serta bosan dan apatis (Koeswara, 1992). Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis merupakan ketidakmampuan dalam mengambil prakarsa (Bastaman, 2007). Penghayatan-penghayatan seperti digambarkan di atas mungkin saja tidak terungkap secara nyata, tetapi menjelma dalam berbagai upaya kompensasi dan kehendak yang berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang-senang mencari kenikmatan (the will to pleasure) termasuk kegiatan seksual (the will to sex), bekerja (the will to work), dan mengumpulkan uang (the will to money) (Frankl dalam Bastaman 2007).


Sumber:
Bastaman, H. D. (1996) Meraih Hidup Bermakna. Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta : Paramadina. 
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi. Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada
Frankl, V. E (1984). Man’s Search for Meaning. New York : Washington Square Press. 
Frankl, V. E (2003). Logoterapi : Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksistensi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Tim (1989). Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Ed 2. Jakarta, Balai Pustaka. 
Kartono, Kartini. (1997) Patologi Sosial Jilid 5. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.
Koeswara, E. (1992). Logotherapy : Psikoterapi Victor Frankl. Yogyakarta : Kanisus 
Lukas, E (1986). Meaningfull Living. A Logotherapy Guide to Health. New York : Grove Press/Institute of Logotherapy Press Book.
Sarwono, W Sarlito (2002). Berkenalan Dengan Aliran-Aliran dan TokohTokoh Psikologi Ed.3. Jakarta : Bulan Bintang. 
Schultz, D (1991) Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta : Kanisus.