Friday, December 2, 2016

Depresi

Hasil gambar untuk Depresi

Pengertian Depresi

Kita pasti pernah mengalami suatu periode kesedihan. Merasa sedih yang mendalam, menangis, kehilangan perasaan tertarik pada suatu hal, kesulitan untuk berkonsentrasi, bahkan memikirkan untuk bunuh diri. Tetapi perasaan tersebut akan hilang dengan cepat dan tidak sampai menggangu aktivitas kita sehari-hari. Hal ini tidak berlaku bagi mereka yang mengalami depresi. Kesedihan yang mereka rasakan akan berlangsung lama, dan mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Sampai saat ini belum ada kata yang tepat untuk menjelaskan arti dari depresi. Istilah dan kata yang identik maknanya dengan depresi dalam bahasa Indonesia sehari-hari tidak ada (Lubis,2009). Kata-kata seperti sedih dan putus asa juga belum dianggap dapat mendefinisikan kata depresi dengan tepat. 
Atkinson (1991) mengatakan bahwa depresi merupakan sebuah gangguan mood yang dicirikan dengan tidak adanya harapan, ketidakberdayaan yang berlebihan, tidak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu kegiatan, tidak mampu berkonsentrasi, tidak memiliki semangat hidup, dan mencoba untuk bunuh diri. Dr. Jonatan Trisna (http://pmkt-ugm.tripod.com/) menyimpulkan bahwa depresi merupakan suatu perasaan sendu ataupun sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak serta fungsi tubuh.
Depresi juga merupakan gangguan mood. Mood disini menggambarkan serangkaian perasaan yang menggambarkan kenyamanan atau ketidaknyamanan emosi. Terkadang, mood juga diartikan sebagai emosi yang bertahan lama yang mewarnai kehidupan dan keadaan kejiwaan seseorang. Mood berbeda dengan emosi. Emosi biasanya berlangsung sementara. Sedangkan mood merupakan perpanjangan dari emosi, mood berlangsung selama beberapa waktu, jam, hari, bahkan bulan. (Lubis,2009).


Hasil gambar untuk aaron t beckAaron T Beck seorang psikiatri Amerika pada departemen psikiatri pada Universitas Pennsylvania mendefinisikan depresi sebagai keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan simptom-simptom seperti: menurunya suasana hati, rasa pesimis dan sikap nihilistik, kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif (seperti kehilangan berat badan dan gangguan tidur). Beck juga mengatakan bahwa depresi berkaitan erat dengan ‘racun’ dari proses berpikir yang disebut rumination, yaitu kebiasaan membiarkan suatu pikiran pikiran negatif terus berputar-putar di dalam pikiran kita. Kita mungkin sering merenungkan suatu kejadian. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar kita lakukan jika sedang sedih. Ketika merenung menjadi suatu proses yang singkat, hal tersebut menjadi suatu yang positif karena dapat membantu kita untuk mencari tahu jalan keluar dari masalah yang kita hadapi tersebut. Merenung menjadi suatu kegiatan yang berkibat negatif apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama, memikirkan hal yang sama terus-menerus sehingga membuat perasaan kita menjadi buruk dan membuatnya menjadi nyeri yang tidak tertahankan. Banyak individu yang mengalami depresi menghabiskan waktunya untuk merenung.

Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan suatu keadaan abnormal pada seseorang yang ditandai dengan adanya perubahan mood, pesimistik, penurunan aktivitas motorik, motivasi, pola pikir, serta adanya perubahan vegetative seperti insomnia dan kehilangan libido.

Tipe Depresi

Terdapat dua tipe dalam depresi, yaitu Major Depressive Disorder, yang merupakan tingkat depresi parah, dan Dysthymic Disorder (Dysthimia), yaitu depresi ringan. 

a. Major Depressive Disorder (MDD)
Menurut APA, individu yang mengalami Major Depressive Disorder akan merasakan sedih, tidak berguna, atau kehilangan semangat terhadap kehidupannya sehari-hari, dan perasaan itu terjadi selama 2 minggu. Orang dengan MDD juga kehilangan selera makan mereka, kehilangan berat badan, memiliki masalah dalam tidur atau tidur terlalu banyak, dan terguncang secara fisik atau yang paling parah mereka akan menunjukkan aktivitas motorik yang menurun. MDD ini dialami sebagian besar oleh wanita yaitu sebesar 20%, sedangkan pria hanya 10% (Conway et al. 2006.). Major Depression biasanya akan diikuti oleh ciri khas psikotik, seperti halusinasi, mendengar suara-suara yang menyalahkan mereka karena perbuatan buruk yang telah mereka lakukan. 

Studi yang dilakukan di amerika dan eropa mengindikasikan bahwa prevelensi MDD yang ada di lansia ada pada rentang 1-5%. Rentang tersebut masih lebih kecil daripada MDD yang di derita orang yang berusia dewasa tengah. Prevelensi wanita yang mengalami MDD juga dua kali lebih besar daripada laki-laki, tetapi studi yang dilakukan oleh Andrede (2003) mengatakan bahwa kecenderungan depresi yang dimiliki oleh pria ataupun wanita sama saja menjelang usia tua. (hal ini dikarenakan biasanya permulaan depresi berawal pada usia muda dan ketika tua, mereka dapat mengatasi gejala-gejala tersebut).

b. Dysthymic Disorder (Dysthimia)
Individu dengan dysthymic disorder juga merasakan kesedihan seperti individu dengan Major Depressive Disorder, tetapi tidak terlalu parah. Dystimia yang mereka alami cukup mengganggu dan bertahan hingga menahun. Merasa depresi dan bermasalah dalam kehidupan sosial akan berlanjut meskipun individu tersebut sudah mengalami masa penyembuhan. Friedman (2002) mengatakan bahwa 90% orang dengan dysthimia akan berkembang menjadi major depression. Dysthimia ini juga benyak terjadi pada wanita daripada pria. Meskipun dysthimia termasuk depresi yang ringan, bukan berarti orang yang mengalami tidak terganggu kehidupan sehari-harinya. Suasana hati yang tertekan dan rendahnya self-esteem dapat mengakibatkan pekerjaan dan fungsi sosial individu tersebut terganggu.

Faktor Penyebab Depresi 

a. Stres dan Depresi 
Hasil gambar untuk DepresiStres memegang peranan penting untuk memutuskan kerawanan seseorang pada depresi. Sumber dari stress dapat berupa kehilangan oaring yang dicintai, perpisahan dalam hubungan percintaan, pemutusan hubungan kerja, penyakit fisik, masalah dalam pernikahan, kesulitan ekonomi, tekakan saat bekerja, diskriminasi, atau tinggal pada lingkungan yang tidak aman.(Cutrona, Wallace, & Wesner,2006; Drieling, Calker, & Hecth, 2006; Kendler et al.,2004). Terdapat hubungan antara stress dan depresi. Mengalami kejadian yang membuat stress mungkin akan menyebabkan seseorang mengalami depresi, dan gejala depresi pada orang tersebut akan menuju pada sumber tambahan pada stress, seperti perceraian dan kehilangan pekerjaan. Tetapi tidak semua orang yang stress menjadi depresi, hal ini disebabkan adanya coping strategy disetiap individu berbeda-beda. Dukungan dari lingkungan terhadap individu yang mengalami tekanan dapat mengurangi resiko individu tersebut menjadi depresi. 

b. Teori Psikodinamika 
Dalam teori psikodinamika, depresi dipandang sebagai kemarahan yang ditekan secara langsung ke dalam diri individu (inward-directed anger). Mneurut Freud, depresi merupakan reaksi kompleks terhadap kehilangan seseorang yang dicintai. Individu yang mengalami depresi mengalami low self-esteem yang luar biasa dan mengalami kemiskinan ego pada skala yang besar. 

c. Teori Humanistik 
Teori ini mengatakan penyebab depresi dikarenakan oleh pantulan dari kurangnya arti dan keaslian pada hidup individu. Hilangnya harga diri seperti kehilangan kekuasaan dan status sosial menurut teori ini dapat menyebabakan individu mengalami depresi. Teori ini juga mengatakan jika terjadi perbedaan yang terlalu besar antara ideal self serta real self seseorang juga dapat menyebabkan depresi. 

d. Teori Belajar 
Teori ini menjelaskan depresi dengan berfokus pada faktor situasional seperti perubahan level pada reinforcement. Ketika reinforcement dikurangi, individu mungkin akan tidak termotivasi dan menjadi depresi. 

e. Teori Kognitif 
Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang berpikiran negatif tentang dirinya akan menelusuri lebih lanjut bahwa mereka melakukan interpretasi yang salah dan menyimpang dari realita. Salah satu teori kognitif mengenai depresi dijelaskan oleh Aaron T Beck. 

Gejala Depresi 

Arti gejala menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah tanda-tanda akan hadirnya sesuatu. Seseorang yang mengalami depresi biasanya akan menunjukkan gejala-gejala yang khas. Gejala-gejala yang kerapkali muncul adalah murung, sedih yang berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilangnya semangat untuk melakukan sesuatu, dan susah untuk berkonsentrasi. 

Beck membuat kategori gejala depresi menjadi: simptom emosional, kognitif, motivasional, dan fisik. Gejala-gejala Beck tersebut adalah: 
Hasil gambar untuk Depresia. Simptom Emosional 
Simptom emosional merupakan sebuah perasaan atau tingkah laku yang merupakan akibat langsung dari keadan emosi. Beck menyebutkan manifestasi emosional yang terjadi pada orang dengan symptom depresi seperti penurunan mood, pandangan negatif terhadap diri sendiri, tidak lagi merasakan kepuasan, menangis, hilangnya respon yang menggembirakan. 

Penurunan mood merupakan sebuah ciri yang paling umum dari simptom emosional. Penurunan mood ini terjadi apabila seseorang merasa sedih yang berlebihan atau mengalami dysphoria. Perasaan-perasaan negatif seperti “saya tidak berharga, saya lemah, saya tidak berdaya” juga terjadi pada seseorang yang mengalami depresi. Hilangnya kepuasan berangkat dari penurunan aktivitas, seiring peningkatan dari depresi yang dialami oleh orang tersebut. Kegiatan yang menyangkut tugas serta tanggung jawab menjadi kurang memuaskan, sebaliknya aktivitas pasif seperti tidur, santai, istirahat member suatu kepuasan lebih. 

Hilangnya emosi kasih sayang kepada orang lain. Perasaan peduli kepada orang lain tiba-tiba berubah dan menjadi apatis, acuh tak acuh. Hilangnya respon yang menggembirakan ini memiliki arti hilangnya kemampuan menangkap informasi yang berisikan humor. Mendengar lelucon bukan merupakan sesuatu yang dianggap menghibur, tetapi cenderung dilihat secara serius bahkan dapat menimbulkan respon tersinggung. 

b. Simptom Kognitif 
Beck (1967) menyebut manifestasi kognitifnya antara lain penilaian diri yang rendah harapan-harapa yang negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, dan tidak dapat membuat keputusan. Penilaian diri yang rendah terjadi ketika seseorang memandang penampilan, kesehatan, penghasilan, serta popularitasnya secara rendah. Harapan-harapan negatif termasuk di dalamnya mengharapkan hal-hal yang buruk terjadi pada dirinya serta menolak kemungkinan adanya perbaikan dan perubahan menuju hal yang lebih baik. 

Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri berkaitan dengan anggapan bahwa hal-hal yang kurang menguntungkan atau kejadian buruk yang menimpanya dikarenakan adanya kekurangan yang ada pada dirinya. Seseorang yang mengalami depresi juga terkadang menyalahkan dirinya sendiri terhadap kejadian-kejadian yang sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. 

Kesulitan mengambil keputusan terjadi apabila seseorang memiliki keraguan antara alternatif-alterntif yang ada. Seseorang yang mengalami simptom depresi kurang memiliki motivasi sehingga ia menganggap bahwa membuat satu keputusan merupakan suatu beban baginya. Hal ini lah yang membuatnya tidak dapat mengambil keputusan dengan cepat dan ragu-ragu. 

c. Simptom Motivasional 
Hilangnya motivasi dijumpai 65-86% dari penderita depresi. Penderita depresi memiliki masalah besar dalam menggerakkan dirinya untuk menjalankan aktivitas-aktivitas yang paling dasar seperti makan, minum, dan buang air. Ia tahu apa yang harus ia lakukan tetapi ia tidak ada memiliki kemauan untuk melaksanakannya. Keinginan menghindar dari tugas sehari-hari, lebih sering melamun adalah gejala lain dari motivasi. Hal tersebut membuat seseorang lebih tertarik pada kegiatan pasif seperti menonton tv, berdiam diri di kamar, dan tidur-tiduran di kamar. 

Meskipun tanda-tanda tersebut juga ditemukan pada individu yang nondepresi, orang yang depresi memiliki frekuensi yang lebih sering. Simptom motivasional yang lain adalah peningkatan ketergantungan terhadap orang lain. Beck (1967) mendefinisikannya sebagai dependensi. Dependensi adalah sebuah keinginan untuk memperoleh pertolongan, petunjuk, pengarahan dari orang lain, daripada melakukannya sendiri. 

d. Simptom Fisik 
Simptom fisik yang biasanya dijumpai pada mereka yang memiliki simptom depresi adalah hilangan nafsu makan, gangguan tidur, dan mudah merasa lelah setelah melakukan sesuatu. Mengenai gangguan tidur, para ahli telah memperoleh bukti-bukti kuat berdasarkan observasi langsung dan rekaman EEG sepanjang malam, bahwa penderita depresi mengalami kurang tidur. 

Hilangnya nafsu makan juga terjadi pada orang yang mengalami depresi, tetapi tanda ini merupakan tanda awal depresi. Sebanyak 79% penderita depresi mengalami hilangnya nafsu makan. Mudah lelah juga diderita orang yang mengalami depresi, seperti anggota badan yang terasa berat



DAFTAR PUSTAKA 
Ilardi, S. S. (2009). The Depression Cure: The 6-Step Program to Beat Depression without Drugs . United States of America: Da Capo Press. 
Katon, W., Ludman, E., & Simon, G. (2008). The Depression Helpbook (2nd Edition ed.). Colorado: Bull Publishing Company. 
Klein, D. F., & Wender, P. H. Understanding Depression: A Complete Guide to Its Diagnosis and Treatment. Oxford University Press. 
Lubis, N. L. (2009). Depresi "Tinjauan Psikologis". Jakarta: Prenada Media Grup. 
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2008). Abnormal Psychology In Changing World (7th ed.). New Jersey: Pearson Education, Inc. 
Zarit, S. H., & Zarit, J. M. (2007). Mental Disorders in Older Adults (2nd ed.). New York: The Guilford Press. 

Thursday, December 1, 2016

Pengukuran Dalam Psikologi

Pengukuran dalam Ilmu Pengetahuan

Hasil gambar untuk pengukuranMeskipun pengukuran dalam ilmu pengetahuan punya sejarah yang panjang dibandingkan dengan seratus dan seperempat abad disiplin lama dari psikologi, ilmu pengukuran dan ilmu psikologi sudah tumbuh dan dewasa satu sama lain. Ini dikarenakan ilmu pengukuran menjadi prasyarat, tidak hanya untuk ilmuwan yang melakukan penelitian tetapi juga untuk praktisi yang mencoba untuk menerapkan teori ilmiah dan metode-metode untuk perkembangan sosial dan memperkaya akademik.
Ilmuwan lebih peduli dengan perkembangan pengetahuan yang obyektif, tepat dan dapat diverifikasi. Untuk memastikan dimensi atau besarnya atau menentukan atribut atau sesuatu dengan presisi, ilmuwan sering melakukan pengukuran. Ini membantu mereka untuk mendapatkan data kuantitatif atau informasi tentang objek-objek, fenomena, sistem atau atribut mereka. Data kuantitatif atau informasi yang dicatat melalui pengukuran adalah lebih tepat dan bermanfaat. Daripada data non-kuantitatif atau informasi yang tidak jelas dan lebih sering menyesatkan. 

Melalui pengukuran dan kuantifikasi dengan bantuan dan model matematika dan statistik, ilmuwan mampu membedakan objek-objek dari properti-properti mereka dan membangun hubungan di antara mereka dengan tingkatan yang lebih baik dari perbaikan dan ketepatan. Pengukuran dengan demikian adalah salah satu elemen penting dari penyelidikan ilmiah dan penemuan.

Definisi dan Arti dari Pengukuran

Stevens (1951) menegaskan pengukuran sebagai “Penetapan angka-angka ke dalam objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang sesuai dengan beberapa peraturan”. Meskipun, definisi ini mengandung beberapa asumsi yang melekat, seperti benda-benda atau atribut selalu ada pada beberapa kuantitas yang dapat diukur dan teratur. Juga, atribut-atribut tersebut telah diukur sesuai dengan serangkaian peraturan-peraturan atau kriteria yang diketahui sebagai peraturan-peraturan dalam pengukuran.

Hasil gambar untuk pengukuranJadi, pegukuran secara sederhana terdiri dari serangkaian peraturan-peraturan untuk menempatkan angka-angka ke objek-objek untuk menggambarkan kuantitas dari atribut. Meskipun, kita bisa memiliki yang lain dan berbeda dugaan pengukuran. Misalnya, kita dapat menyusun pengukuran sebagai sebuah heuristik ke penelitian sosial karena pengukuran menetapkan sebuah heuristik ke penelitian sosial dan pemahaman dari perilaku sosial.

Teori-Teori Pengukuran

Perkembangan dari teori pengukuran masih tergolong asli. Konsep dari pengukuran tumbuh diluar dari evolusi Teori angka-Angka dan aplikasi tersebut dalam pengetahuan fisik. Teori Pengukuran adalah mengutamakan perhatian dengan perkembangan dari ukuran atau sebuah alat dengan dengan bantuan dari sebuah sistem analis atau sebuah penelitian dapat mengukur atribut-atribut dari kesatuan yang telah ada/fenomena/sistem menurut penyelidikan. Itu adalah sebuah proses yang terlibat dalam menetapkan lambang-lambang, hal itu, pemberian angka terhadap orang-orang, objek-objek, peristiwa-peristiwa atau atribut-atribut mereka termasuk dalam peraturan-peraturan sebelumnya. Sebuah peraturan tegas dalam menetapkan lambang-lambang ke dalam satu kesatuan. Padahal peneliti-peneliti fisik menggunakan istilah”properti” untuk menggambarkan kualitas/kuantitas dari beberapa kesatuan fisik, peneliti-peneliti sosial memilih “atribut” untuk menandakan kualitas/kuantitas dari manusia atau fenomena sosial.

Dalam hal lain, lambang-lambang mempunyai nilai kuantitatif. Lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan aspek-aspek non kuantitatif dari kesatuan-kesatuan atau atribut mereka disebut dengan numerals. Hal itu berarti bahwa numerals memiliki nilai non kuantitatif. Lambang-lambang yang memperlihatkan nilai kuantitatif disebut numbers, yang memungkinkan kita untuk menggunakan sistem matematika dan sistem statistik untuk tujuan dari penggambaran, analisis, dan prediksi. 

Jadi, numbers tersebut dapat dipertanggungjawabkan untuk manipulasi sistem statistik dan analisis sistem matematika, yang mana, dalam perubahan, mengungkapkan informasi baru atau fakta-fakta tentang kesatuan-kesatuan, fenomena atau sistem-sistem yang diukur.

Rules (peraturan-peraturan) merupakan komponen yang paling signifikan dari proses pengukuran karena kualitas dari pengukuran atau bergantung dari hasil sebagian besar proses pengukuran. Rules yang lemah membuat pengukuran tidak memiliki arti dan pasti menyesatkan atau kesimpulan yang menyimpang. Lebih jauh lagi, pengukuran hanya berarti ketika pengukuran berhubungan dengan kenyataan dan kegunaan dari peraturan adalah menghubungkan proses pengukuran pada kenyataan.

Teori Pengukuran Campbell

Norman Robert Campbell adalah yang mempublikasikan tulisannya antara tahun 1920-1938, membangun dasar dari teori modern pengukuran. Pada pekerjaannya, dia mendiskusikan permasalahan-permasalahan dari pengukuran sebagai penggunaan untuk bidang ilmu pengetahuan. Menjelaskan apa itu pengukuran, Campbell mengatakan, “Pengukuran adalah proses dari menetapkan angka-angka untuk melambangkan kualitas (properties), objek dari pengukuran adalah untuk memungkinkan senjata yang sangat kuat dari analisis sistem matematika untuk diaplikasikan pada pokok persoalan ilmu pengetahuan” (Campbell, 1960). Pada penjelasannya yang terperinci dan sangat mengagumkan, Campbell menggambarkan bahwa ketika kita menyelidiki atau mengukur objek-objek, kita, pada kenyataannya, menyelidiki atau mengukur properties atau atribut-atribut pada objek-objek tersebut. Contohnya, ketika suatu sikap seseorang diukur, itu sering dianggap salah bahwa orang tersebut telah diukur. Sebenarnya, yang telah diukur ialah sebuah atribut dari seseorang, sikapnya, kepribadian, temperamen, intelegensi, dan sebagainya. Dalam rangka mempromosikan seseorang pada sebuah pekerjaan, kita mencoba untuk mengukur atau menentukan teknik kecakapan atau keahlian. Campbell juga menunjukkan bahwa objek-objek fisik atau fenomena bisa memiliki dua macam sifat : (a) quality-like dan (b) quantity like, bahwa itu adalah adalah salah satu yang mewakili kualitas-kualitas dari objek-objek dan lainnya yang merupakan jumlah objek-objek.

Sesuai dengan Campbell, pengukuran menggunakan kedua tipe sifat. Tapi, sifat-sifat kuantitatif seperti panjang, berat, volume, tinggi, dan sebagainya, dapat diukur dengan suatu “asas” atau hal yang sebenarnya, hal tersebut tidak membutuhkan pengukuran dari properti-properti (sifat-sifat) yang lain untuk mengukur mereka, dan menerima “orang asing” atau tingkatan level yang tinggi dari pengukuran daripada sifat-sifat kuantitatif. Selain itu, sifat-sifat kualitatif dapat diukur atau ditentukan oleh “perolehan” atau cara yang tidak langsung, yang didasarkan pada pengukuran dari jarak yang lain. 

Kontribusi Steven

Setelah Campbell, kontribusi utama dari teori pengukuran telah dibuat oleh S.S. Stevens, Professor Psikologi dari Universitas Harvard. Ketika menyetujui Campbell bahwa pengukuran melibatkan sebuah hubungan dari sistem angka-angka ke pembedaan aspek-aspek dari orang banyak, objek-objek atau peristiwa-peristiwa sesuai untuk satu atau peraturan lainnya, Steven dalam tulisan awalnya, mengajukan pandangan bahwa penetapan numbers atau numerals dibawah perbedaan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah membawaka kita pada beberapa jenis skala dari pengukuran, yaitu Skala Nominal, Skala Ordinal, Skala Interval, dan Skala Ratio. Kemudian, dia mengemukakan jenis lain dari skala yang disebut Skala Interval Logaritma, yang menurutnya dapat memperoleh hasil yang tepat.

TIPE-TIPE SKALA PENGUKURAN 

Steven bermaksud membuat cara-cara untuk mengukur. Walaupun sebagian besar angka dari skala ada dan bisa dibuat untuk mengukur atribut-atribut dari orang-orang, objek-objek, peristiwa-peristiwa, dan sebagainya, semua skala terdiri dari empat tipe dasar, yaitu : 

Skala Nominal 
Dengan pengukuran nominal, kita mampu untuk memutuskan apakah pemberian seseorang, objek, fakta atau data ditujukan untuk skala nominal dan dapat memutuskan ekuivalen atau non-ekuivalen diantara benda-benda atau data. Lebih lanjut, pengukuran nominal hanya mengenai diskriminasi dan membandingkan kesatuan-kesatuan atau data sebagai tipe dari kepemilikan karakteristik-karakteristik, daripada derajat kepemilikan karakteristik. 

Pengukuran nominal adalah sesuatu yang kurang berpengalaman dan dianggap tingkatan paling rendah dalam pengukuran. Pada saat yang sama, itu adsetralah dasar untuk semua tingkatan tertinggi dari pengukuran. 

Skala Ordinal 
Pada skala Ordinal, sesuatu atau data disusun dengan tingkatan atribut khusus. Dengan kata lain, kelanjutan Skala Ordinal dari pengukuran, kita mencoba untuk menentukan tingkatan golongan atau ketidaksamaan dari elemen-elemen yang mana angka-angka ditempatkan. Contoh khususnya adalah A lebih besar atau lebih baik atau lebih bermanfaat daripada B, B lebih besar atau lebih baik atau lebih bermanfaat daripada C, dan sebagainya. Seperti hubungan yang digambarkan oleh simbol “>” yang berarti “lebih besar” daripada dalam referensi ke atribut-atribut tertentu. Sebuah skala ordinal tidak mencerminankan atau memberitahu berapa banyak arti absolutyang dimiliki atribut dari kesatuan atau seberapa jauh terpisahnya kesatuan dengan atribut. 

Skala Interval 
Pada kasus Skala Interval, kesatuan tidak hanya digolongkan dan di urutkan dengan beberapa pengukuran atribut, tetapi jarak atau perbedaan antara tingkat-tingkat atau pada bagian-bagian yang berdekatan juga tergambarkan, dan jarak ini tetap antara setiap interval dan tingkatan yang berturut-turut. Contoh dari Skala Interval adalah Fahrenheit dan Skala IQ. 

Dengan Skala Interval, kita masuk ke dalam bentuk pengukuran yang merupakan analisa kuantitatif dalam pengertian biasa. Misalnya, pada Skala Interval, tekanan pada 40 derajat Centigrade atau 104 derajat Fahrenheit adalah tidak sama dengan panasnya 20 derajat Centigrade karena suhu 20 derajat Centigrade pada skala Fahrenheit adalah 68 derajat Fahrenheit, dan 104 derajat Fahrenheit tidak sama dengan 2 X 68 derajat Fahrenheit. 

Meskipun sangat sedikit Skala Interval yang telah berkembang pada lingkungan ilmu pengetahuan sosial, kita dapat mencapai pengukuran interval dari atribut seperti 
a. Minat, sikap, kepribadian, motivasi, dan sebagainya. 
b. Status, kegemaran membaca, dan sebagainya. 
c. Mengingat, perlunya atau tidak perlunya informasi untuk tujuan ini. 

Kita dapat membuat pola urutan penilaian angka pada skala yang dimulai dari angka nol yang berubah-ubah yang melambangkan ketidakhadiran dari sebuah atribut atau kualitas yang diukur, dan meningkatkan nilai dalam hasil satuan-satuan yang berturut-turut dalam kenaikan skala pada keinginan yang terbatas. 

Skala Ratio 
Skala-skala Ratio paling berpengalaman dari keempat skala pengukuran. Berat, panjang, waktu, daya tahan listrik, dan suhu diukur dengan skala Kelvin dalam pengukuran Skala Ratio. Sebuah Skala Ratio memiliki semua karakteristik-karakteristik dari Nominal, Ordinal, dan Interval Skala dan, dalam penjumlahan, suatu titik nol dan asli menggambarkan ketiadaan besarnya sebuah variabel atribut. 

ATRIBUT-ATRIBUT DARI INSTRUMENT PENGUKURAN 

Kualitas dari penelitian sebagian besar bergantung pada baik atau efektifnya ukuran, dan untuk mengembangkan suatu ukuran baik adalah sebuah tugas yang sulit. Pengukuran adalah sebuah perumusan yang tepat dalam penelitian dan penggambaran atau penetapan definisi yang tepat dari rencana menyinggung peritiwa atau atribut-atribut mereka yang diukur dari kepentingan dasar. 

Hal itu, satu yang harus diketahui apa yang diukur. Contohnya, jika satu keinginan untuk mengukur kegunaan atau keefektifan dari bahan ajar, satu yang harus diketahui yakni apa yang menjadi indikator dari kegunaan atau keefektifannya. 

MASALAH-MASALAH DALAM PENGUKURAN-PENGUKURAN PSIKOLOGI 

Pengukuran yang Tidak Langsung 
Bemacam-macam atribut psikologis dapat diperoleh untuk penelitian dan pengukuran dengan tidak langsung. Pada umumnya, atribut-atribut yang mendasari proses-proses psikologis mengira menunjukkan diri mereka secara jelas hanya melalui tingkah laku, yang benar-benar dipertimbangkan dengan objektif dan bisa diukur. 
Kekurangan Nol Mutlak 
Nol Mutlak, pada kasus pengukuran psikologi, berarti sebuah situasi dimana properti yang diukur itu tidak ada. Nol mutlak tersedia pada kasus kuantitas fisik, seperti panjang, tapi sangat sulit untuk menentukan atribut-atribut dalam kasus psikologis. 
Kita Mengukur suatu Contoh dari Tingkah Laku bukan Tingkah Laku yang Menyeluruh 
Pada pengukuran-pengukuran psikologis, sebuah kumpulan yang menyeluruh dari dimensi tingkah laku adalah tidak mungkin dan kita hanya memilih contoh dari dimensi tingkah laku secara hati- hati untuk menilai atribut-atribut dalam pertanyaan. 
Kekurangan Stimulus yang Cukup/Tanggapan Permulaan 
Masalah lain yang dihadapi dalam pengukuran psikologis adalah ciptaan jumlah yang cukup dari kekuatan variabel atau permulaan, yang secara aktual relevan ketika mempelajari keterangan atribut psikologis. Metode eksperimental, metode utama dibelakang penelitian ilmiah psikologi, sangat menderita dalam masalah ini. 
Ketidaktentuan dan Keinginan Terlibat dalam Tanggapan Manusia 
Subjek-subjek tes kadang-kadang memberikan tanggapan tidak menententu dan diinginkan secara umum meniadakan seluruh tujuan dari pengukuran psikologis. Ketidaktentuan memungkinkan munculnya salah satu kelalaian hak pada bagian peneliti, atau tidak hati-hati pada bagian subjek-subjek, atau hak untuk tidak mengkontrol yang tidak ada hubungan variabel-variabelnya. 
Ketidaktetapan dari Atribut-Atribut Manusia Berakhir 
Beragam atribut manusia seperti intelegensi, kepribadian, sikap, dan sebagainya, mungkin dapat mengubah periode waktu, dan kadang-kadang tetap cukup untuk menyediakan lapangan bagi variasi tersebut. Atribut-atribut psikologis terlalu dinamis dan mereka secara terus menerus mengalami pengaturan dan reorganisasi. 
Masalah Hitungan 
Hal ini dipertanyakan apakah numbers memenuhi syarat dan cukup mampu untuk menunjukkan semua atribut-atribut psikologis. Pengukuran kuantitatif memiliki batasan-batasannya tersendiri karena semua hal yang ada mungkin tidak selalu ada dalam beberapa jumlah, dan terkadang jika itu terjadi, kita mungkin menemukan kesulitan untuk menetapkan jumlah suatu angka secara tepat menangkap maksud dan intisari.

Friday, November 25, 2016

Dollard & Miller

Gambar terkaitDollard & Miller mengemukakan sebuah teori yang sudah tak asing lagi, sama halnya seperti Pavlov, Dollard & Miller juga memakai konsep respon dan stimulus (R-S) dalam pembahasannya mengenai kepribadian manusia. Teori Dollard & Miller menekankan pada kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari hasil hubungan antara respon dan stimulus yang terus terjadi, menurut mereka perilaku seseorang tidaklah muncul dari hasil spontan respon yang seseorang berikan karena adanya sebuah stimulus saja, melainkan juga harus ada dorongan-dorongan dari dalam diri (drive) yang ia tidak sadari ataupun dorongan yang ia sadari yang akhirnya membuat individu itu bergerak.

Selain hanya mengandalkan stimulus dan respon Dollard & Miller juga memasukan unsur-unsur kognitif atau proses berpikir (train of tough) dalam teorinya. Menurutnya sebuah stimulus yang diterima oleh seseorang bisa bergeneralisasi menjadi model stimulus yang lain, begitu juga dengan responnya. Individu bisa memberikan sebuah pemaknaan yang lain dan berbeda-beda dalam sebuah stimulus dan respon contohnya dalam penggunaan bahasa. Setiap individu bisa memberikan reasoning atas apa yang ingin atau yang harus ia perbuat untuk memunculkan respon tertentu.

Teori Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.

Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan. Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan.

Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik)) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan.

Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks. Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu. 

Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.

Struktur Kepribadian

Kebiasaan merupakan satu-satunya elemen dalam teori Dollard & Miller yang merupakan ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Struktur-struktur kebiasaan itu tergantung pada peristiwa unik yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Namun, struktur kepribadian ini hanya bersifat sementara karena dapat berubah bila individu tersebut mendapatkan pengalaman baru keesokan harinya. Dollard & Miller berusaha menekankan bahwa segolongan dari kebiasaan itu sendiri penting bagi manusia untuk menghasilkan stimulus verbal entah dihasilkan dari individu itu sendiri ataupun orang lain dan biasanya responnya pun bersifat verbal.

Dollard & Miller juga mencatat bahwa kebiasaan dapat membuat individu melihat respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang didalamnya terdapat dorongan (drive). Dorongan (drive) sendiri terbagi atas dua dorongan primer yaitu dorongan yang berkaitan dengan fisiologis contohnya yaitu lapar, haus, seks. Kedua yaitu dorongan sekunder yaitu asosiasi pemuasan dari dorongan primer contohnya yaitu kecemasan, rasa takut, gelisah. 

Rasa takut di dapat dari kejadian atau pengalaman unik dialami individu tersebut seperti seorang perempuan yang berjalan seorang diri di jalan yang sepi tiba-tiba dirampok oleh sekawanan penjahat. Setelah kejadian tersebut, ia pun merasa cemas jika akan bepergian seorang diri di jalan yang sepi. Karena itu, setiap bepergian di jalan yang sepi ia selalu mengajak teman untuk mengurangi rasa cemasnya.

Ok sekian dulu postingan saya, silahkan menuju postingan selanjutnya untuk membaca mengenai dinamika kepribadian oleh Dollar & Miller. 



Monday, November 21, 2016

ALBERT BANDURA (TEORI BELAJAR SOSIAL) Part 3

DINAMIKA KEPRIBADIAN
Motivasi merupakan konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, yaitu: 
- gambaran hasil pada masa yang akan dating
- harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara.
Harapan untuk mendapatkan reinforcement pada masa yang akan dating memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Juga dengan menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, seseorang termotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Terus menerus mengamati, memikirkan, dan menilai tingkah laku diri akan memberi insentif-diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.

Hasil gambar untuk banduraWalaupun Bandura setuju dengan penguatan (reinforcement) menjadi penyebab belajar, namun menurutnya seseorang juga dapat belajar dengan
· penguatan yang diwakilkan (vicarious reinforcement), yaitu kepuasan yang didapat seseorang ketika  mengamati orang lain yang sedang mendapat penguatan membuatnya ikut berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu
· penguatan yang ditunda (expectation reinforcement), yaitu ketika seseorang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang
· tanpa penguatan (beyond reinforcement), yaitu belajatr tanpa adanya penguatan sama sekali sperti konsep otonomi fungsional dari Allport.

Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku orang lain yang ada di lingkungan sosial, mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Seseorang mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebaya. Seseorang dapat mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri sendiri. Penerimaan dan kritik diri penting perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku seseorang menjadi tetap (konsisten), tidak terus-menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Belajar melalui observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsmen yang nyata. Dalam penelitian yang dilakukannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon dari orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsmen dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak diikuti dengan hubungan atau penguatan.

A. Peniruan (Modelling)
Hasil gambar untuk bandura modeling
Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang lain (model), tetapi modeling juga melibatkan penambahan bahkan pengurangan tingkah laku yang diamati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif. 
B. Modeling tingkah laku baru
Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model do transformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditarnsformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.

Contoh: Seorang anak petani belajar mencangkul tentu saja dari apa yang dia lihat ketika ayahnya sedang bekerja (mencangkul sawah)

C. Modeling mengubah tingkah laku lama
Di samping dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dampak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.

D. Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling berbentuk simbolik. Contohnya Film dan telivisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Hal yang disajikan oleh media berpotensi sebagai model tingkah laku..

E. Modeling kondisioning
Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius. Modeling semacam ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkahlaku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke objek yang ada di dekatnya (kondisioning klasik) saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan objek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati.

Contoh: 
- ketika seorang anak melihat acara kekerasan di TV, seperti Smack Down. Maka anak tersebut akan mempraktekkan apa yang dilihatnya dengan teman dekatnya.
- ketika seorang yang terbiasa melihat film porno, maka anak tersebut akan menirukan adegan film tersebut dengan orang yang ada didekatnya.

Faktor-faktor penting dalam belajar melalui observasi 
Belajar melalui observasi memerlukan beberapa aktor atau prakondisi. Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui observasi dapat terjadi, yakni:
1. perhatian (attention process)
sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang yang kita tiru. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process)
Tingkah laku yang akan ditiru, harus disimbolkan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalamfikiran, tanpa benar-benar melakukannya secara fisik. 
3. peniruan tingkah laku model (behavior production process)
Sesudah mengamati dengan penuh perhatian dan memasukkannya ingatan, orang lalu bertingkah laku. Mmengubah dari gambaran fikiran menjadi tingkah laku menimbulkan kebutuhan evaluasi. Seperti timbul fikiran dalam diri kita bagaimana melakukannya?, apa yang harus dikerjakan, apakah sudah benar?, dll. 
4. motivasi dan penguatan (motivation and reinforcemen process)
Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pembelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi munkin memudahkan orang untuk menguasi tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi itu tidak ada maka tidak bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang diganjar, daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidupa yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar. 
Hasil gambar untuk bandura modelingMotivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karekteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usi, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan penting dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model seusianya daripada model model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model yang standarnya diluar jangkauannya. Anak yang sangat dependen cenderung mengimitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi anatara ciri model dengan observernya. Anak cenderung mengimitasi orang tuanya yang hanagat dan open, gadis lebih mengimitasi ibunya. 

CONTOH KASUS

Beberapa media cetak dan elektronik pernah menayangkan berita tentang seorang anak yang tewas karena dibanting oleh teman sepermainanya. Peristiwa tersebut tidak terjadi karena memang ada permusuhan diantara kedua anak tersebut namun hanya dalam suasana bermain khas anak-anak. Lalu apa yang menyebabkan kedua karib itu saling membanting? Setelah ditelusuri ternyata kedua anak tersebut terinspirasi oleh sebuah tayangan olahraga gulat yang ditayangkan pada saat prime time.

Peristiwa yang dialami oleh kedua anak tersebut sesuai dengan teori agresi yang dikemukakan oleh Bandura. Menurutnya, agresi didapatkan melalui pengamatan, pengalaman langsung dengan reinforcement positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bandura, observasi terhadap perilaku agresi akan menghasilkan respon yang berlebihan. Hal itulah yang terjadi pada dua anak yang ‘bertanding’ gulat tersebut.


DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2008). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Boeree, George. (2007). Personality Theories. Yogyakarta: Prismasophie


"Jangan lupa baca part selanjutnya mengenai Sejarah dan Struktur kepribadian dari Albert Bandura pada postingan lainnya ya"