Saturday, May 9, 2015

Penerimaan Diri (2)

Menurut Allport (dalam Hjelle & Ziegler, 1992) penerimaan diri adalah toleransi atas peristiwa-peristiwa yang membuat frustasi atau menyakitkan sejalan dengan menyadari kekuatan-kekuatan pribadinya. Sedangkan Maslow (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992) mengatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap positif terhadap diri sendiri, ia dapat menerima segala keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, dan rendah diri karena keterbatasan diri serta kebebasan dari kecemasan akan adanya penilaian dari orang lain terhadap keadaan dirinya. Carl Rogers (dalam Alwisol, 2009) menyatakan bahwa ketika individu mampu menginternalisasikan penerimaan positif tentang diri maka individu tersebut mendapat kepuasan atas dirinya sendiri.

Hasil gambar untuk penerimaan diriChaplin (1999) menjelaskan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas – kualitas dan bakat - bakat sendiri, serta pengakuan - pengakuan akan keterbatasan - keterbatasan sendiri. Corsini (2002) menyatakan bahwa penerimaan diri berarti mengenali kemampuan dan keberhasilan diri serta mengakui dan menerima keterbatasan diri. Adanya keterbatasan diri dapat menyebabkan gangguan emosi pada diri seseorang sehingga seseorang akan cenderung meluapkan emosinya.
Penerimaan diri mengandung pengertian adanya persepsi terhadap diri sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya untuk digunakan secara efektif. Penerimaan diri digunakan untuk meningkatkan toleransi terhadap orang lain dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya. Individu yang memiliki penerimaan diri berarti dapat mengenali kekurangannya sendiri dan berusaha untuk memperbaiki diri (Willey, dalam Esthy dan Sugotu, 1998).

Penerimaan diri merupakan sikap yang positif karena ketika individu menerima diri sebagai seorang manusia yang utuh, ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa menggangu orang lain. Penerimaan diri juga mencakup pengetahuan diri atas segala kelemahannya serta peneriaan atas segala kelemahannya tersebut.

Proses penerimaan diri seseorang terhadap kenyataan yang tidak mengenakkan dirinya terdiri dari 4 tahap yaitu:

1. Penolakkan. Setiap individu memiliki kecenderungan untuk menolak suatu kondisi yang tidak ia inginkan. Hal ini dapat diwujudkan dengan sikap penarikan diri, atau berupa agresi.

2. tawar-menawar, yang di maksudkan adalah sebuah mekanisme yang di lakukan individu untuk menutupi kondisi yang tidak diinginkannya. Individu membuat suatu pilihan yang menguntungkan individu tersebut ketika ia harus menerima hal yang tidak ia inginkan.

3. menerima, jika seseorang sudah merasa lelah pada dua tahapan yaitu menolak dan tawar-menawar ia akan terpaksa menyerah untuk menerima kenyataan. Akan tetapi pada tahapan ini apabila individu tidak cukup kuat dalam hal kondisi emosialnya maka akan turun kembali pada tahapan kedua bahkan pertama.

4. syukur. Dalam tahapan ini kondisi dan situasi yang tidak mengenakkan oleh individu dimaknai sebagai anugerah kehidupan. Memang sangat sulit mencapai tahapan ini, oleh karena itu disebut tahapan puncak dari seluruh proses penerimaan diri. Rasa syukur dalam tahapan ini dimaknai sebagai penerimaan realitas diri secara total.

Aspek penerimaan diri

Menurut Jersild (1958) beberapa aspek- penerimaan diri yaitu sebagai berikut:
1. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan. Individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimna ia terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya.
2. Sikap terhadap kelemahan dan kekutan diri sendiri dan orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan energinya untuk menjadi hal yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tidak berdiam diri dengan tidak memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya, ia akan menggunakan bakat yang dimilikinya dengan lebih leluasa. Individu yang bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan kekuatan dirinya akan bersikap baik pula dalam menilai kelemahan dan kekuatan orang lain.
3. Perasaan infeoritas sebagai gejala penolakan diri. Seseorang individu yang terkadang merasakan infeoritas atau disebut dengan infeority complex adalah seseorang individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan hal tersebut akan menunggu penilaian yang realistik atas dirinya.
Hasil gambar untuk penerimaan diri4. Respon atas penolakan dan kritikan. Individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun demikian ia mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud penolakan terhadapnya. Yang penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri.
5. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”. Individu yang memiliki penerimaan diri adalah ia mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas kemungkinan individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya. Oleh karena itu, untuk memastikan ia tidak akan kecewa saat nantinya.
6. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain. Hal ini berarti apabila seorang individu menyanyangi dirinya, maka akan lebih memungkinan baginya untuk menyayangi orang lain, dan apabila seorang individu merasa benci pada dirinya, maka akan lebih memungkinkan untuk merasa benci pada orang lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain adalah individu yang memiliki penerimaan diri merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial.
7. Penerimaan diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri. Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya. Akan tetapi, ia akan menerima bahkan menuntut kelayakan dalam kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam mendapatkan posisi yang menjadi incaran dalam kelompoknya. Ia tidak akan membiarkan orang lain selangkah lebih maju darinya dan menggagu langkahnya. Individu dengan penerimaan diri menghargai harapan orang lain dan meresponnya dengan bijak. Namun, ia memiliki pendirian yang terbaik dalam berfikir, merasakan dan membuat pilihan. Ia tidak hanya akan menjadi pengikut apa yang dikatakan orang lain.
8. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup. Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.
9. Aspek moral penerimaan diri. Individu dengan peerimaan diri bukanlah individu yang berbudi baik dan bukan pula fleksibelitas dalam pengaturan hidupnya. Ia memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya, dan ia tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus manipu diri dan orang lain.
10. Sikap terhadap penerimaan diri. Menerima diri merupakan hal peting dalam kehidupan seseorang. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya individu dengan penerimaan diri membangun kekuatannya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasaannya. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang belum sempurna, bagi seseorang individu akan lebih baik jika ia dapat menggunakan kemampuannya dalam perkembangan hidupnya.

Selain itu menurut Sheerer (dalam Sutadipura, 1984) juga menyebutkan aspek-aspek penerimaan diri, yaitu :
a. Kepercayaan atas kemampuannya untuk dapat menghadapi hidupnya.
b. Menganggap dirinya sederajat dengan orang lain.
c. Tidak menganggap dirinya orang hebat atau abnormal dan tidak mengharapkan bahwa orang lain mengucilkannya.
d. Tidak malu-malu kucing atau serba takut dicela orang.
e. Mempertanggung jawabkan perbuatannya.
f. Mengikuti standar pola hidupnya sendiri dan tidak ikut-ikutan.
g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.
h. Tidak menganiaya diri sendiri dengan kekangan-kekangan yang berlebihan atau tidak memanfaatkan sifat-sifat yang luar biasa.
i. Menyatakan perasaan dengan wajar.

Hasil gambar untuk penerimaan diriSedangkan aspek-aspek penerimaan diri lainnya (dalam jurnal psikologi, 1998) adalah :
a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam menghadapi kehidupan.
b. Sikap dan perilakunya lebih berdasarkan pada nilai-nilai dan standar yang ada pada dirinya daripada didasari oleh tekanan-tekanan dari luar dirinya.
c. Menganggap dirinya berharga sebagai manusia yang sederajat dengan orang lain.
d. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilaku.
e. Menerima pujian dan celaan secara objektif.
f. Tidak menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiiki ataupun menghilangkan kelebihannya.
g. Tidak merasa ditolak orang lain, tidak pemalu, serta mengganggap dirinya berbeda dari orang lai.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri

Hurlock (1974) mengemukakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang yaitu:
1. Adanya pemahaman tentang diri sendiri. Hal ini timbul adanya kesempatan seseorang untuk mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya serta mencoba untuk menunjukkan kemampuannya. Individu yang dapat memahami dirinya sendiri tidak akan hanya tergantung dari kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga padakesempatannya untuk penemuan diri sendiri. Pemahaman diri dan penerimaan diri sejalan dengan berdampingan, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya, maka semakin ia dapat menerima dirinya.
2. Adanya harapan yang realistik. Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri harapannya dengan disesuaikan dengan pemahamannya dan kemampuannya, dan bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Dengan memiliki harapan yang realistik, maka akan semakin besar kesempatan tercapainya harapan itu, dan hal ini akan menimbulkan kepuasan diri yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri.
3. Tidak adanya hambatan didalam lingkungan. Walaupun seseorang sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi jika lingkungan disekitarnya tidak memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapan individu tersebut tentu akan sulit tercapai.
4. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan. Tidak menimbulkan prasangka, karena adanya penghargaan terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan lingkungan.
5. Tidak adanya gangguan emosional yang berat. Akan terciptanya individu yang dapat bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia.
6. Pengaruh keberhasilan yang dialaminya, baik secara kualitatif atau kuantitatif. Keberhasilan yang dialami individu akan dapat menimbulkan penerimaan diri dan sebaliknya jika kegagalan yang dialaminya individu akan dapat mengakibatkan adanya penolakan diri.
Hasil gambar untuk penerimaan diri7. Identifikasi dan orang yang memiliki penyesuaian diri yang baik. Individu yang mengidentifikasikan dengan individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan dapat membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan bertingkah laku dengan baik yang dapat menimbulkan penilaian diri yang baik.
8. Adanya perspektif diri yang luas. Yaitu memperhatikan pandangan orang lain tentang diri. Perspektif yang luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal ini usia dan tingkat pendidikan memegang peranan penting bagi seseorang untuk mengembangkan perspektif dirinya.
9. Pola asuh di masa kecil yang baik. Seorang anak yang di asuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai individu yang dapat menghargai dirinya sendiri.
10. Konsep diri yang stabil. Individu yang tidak memiliki konsep diri yang stabil, akan sulit menunjukkan pada orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen terhadap dirinya.

Sumber:
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang : UMM press.
Azwar, Saifuddin, Drs. MA. (2002). Penyusunan Skala Psikologi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Hurlock. E. (1980). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Jersild. AT. (1978). The Psichology of Adolescent 2th edition. New York : The Macmillan Limited, London.
Santrock. JW. (2004). Adolescence ( Perkembangan Remaja ). Jakarta : Erlangga