Thursday, July 9, 2015

Gangguan Disosiatif

Etiologi disosiatif
Menurut Davison, dkk (2004), istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Dalam buku yang dia tulis menuturkan bahwa konsep gangguan disosiatif berasal dari tulisan karya Pierre Janet yang menyatakan bahwa kesadaran biasanya merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi, namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue (Kihlsstrom, Tataryn, & Holt, (1993) dalam Davison, dkk (2004)).
Hasil gambar untuk gangguan disosiatifPandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut. Etiologi gangguan identitas disosiatif. Terdapat dua teori besar mengenai gangguan identitas disosiatif. Salah satu teori berasumsi bahwa gangguan identitas disosiatif berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma (gleaves, 1996). Teori lain beranggapan bahwa gangguan identitas disosiatif merupakan pelaksanaan peran sosial yang dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena berbagai sugesti yang diberikan terapis (lilienfel dkk, 1999; spanos, 1994). Dalam teori ini gangguan identitas disosiatif tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak terletak pada apakah gangguan identitas disosiatif benar- benwar dialami atau tidak, namun bagaimana gangguan identitas disosiatif terjadi dan menetap.
Hasil gambar untuk gangguan disosiatif 
Terapi disosiatif
Mac Gregor (1996) mengatakan bahwa dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan gangguan identitas disosiatif, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres atau didisosiasikan merupakan hipotsis yang meyakinkan (Davison, dkk (2004). Oleh sebab itu terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk menangani gangguan disosiatif. Hal ini tidak lain bertujuan untuk mengangkat represi yang telah dilakukan subjek. Dalam Davison (2004) mengatakan bahwa gangguan disosiatif muncul diakibatkan adanya kejadian traumatik yang berusaha ditekan ke alam bawah sadar subjek yang bersangkutan.
Pada gangguan identitas disosiatif, Davison menjelaskan bahwa hipnotis umum dapat digunakan dalam penanganan gangguan identitas disosiatif. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan pada masa sebelumnya yang diasumsikan telah dialami oleh pasien. Pada umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Yang diharapkan adalah dengan mengakses kenangan traumatik tersebut maka akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut. Namun dalam bukunya, Davison juga menyatakan bahwa penggunaan terapi pemulihan kenangan dapat berbahaya dan dapat mengakibatkan semakin parahnya simtom – simtom pada pasien gangguan identitas disosiatif. Davison (2004) menyayangkan bahwa dalam kebanyakan literatur kurang begitu banyak membahas dan  menekankan intervensi berbasis keluarga dibandingkan intervensi berbasis individu dalam penanganan gangguan identitas disosiatif. Dalam argumennya Davison menyatakan bahwa gangguan identitas disosiatif diyakini diakibatkan oleh hubungan keluarga yang bermasalah.
Terlepas dari orientasi klinis dari berbagai sumber Davison (2004) menyebutkan beberapa prinsip yang disepakati secara luas yaitu:
1.      Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian.
2.      Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa dia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian - kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
3.      Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk menyamakan, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yaqng terpisah dan otonom yang tidak memilkiki tanggung jawab secara keseluruhan atas berbagai tindakan orang yang berangkutan secara keseluruhan.
4.      Seluruh kepribadian harus diperlakukan dengan adil dan empati.
5.      Terapis harus mendorong empatidan kerja sama diantara berbagai kepribadian.
6.      Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak – kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989).

Tujuan setiap pendekatan terhadap gangguan identitas disosiatif haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.


No comments:

Post a Comment