Dollard & Miller mengemukakan sebuah teori yang sudah tak asing lagi, sama halnya seperti Pavlov, Dollard & Miller juga memakai konsep respon dan stimulus (R-S) dalam pembahasannya mengenai kepribadian manusia. Teori Dollard & Miller menekankan pada kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari hasil hubungan antara respon dan stimulus yang terus terjadi, menurut mereka perilaku seseorang tidaklah muncul dari hasil spontan respon yang seseorang berikan karena adanya sebuah stimulus saja, melainkan juga harus ada dorongan-dorongan dari dalam diri (drive) yang ia tidak sadari ataupun dorongan yang ia sadari yang akhirnya membuat individu itu bergerak.
Selain hanya mengandalkan stimulus dan respon Dollard & Miller juga memasukan unsur-unsur kognitif atau proses berpikir (train of tough) dalam teorinya. Menurutnya sebuah stimulus yang diterima oleh seseorang bisa bergeneralisasi menjadi model stimulus yang lain, begitu juga dengan responnya. Individu bisa memberikan sebuah pemaknaan yang lain dan berbeda-beda dalam sebuah stimulus dan respon contohnya dalam penggunaan bahasa. Setiap individu bisa memberikan reasoning atas apa yang ingin atau yang harus ia perbuat untuk memunculkan respon tertentu.
Teori Dollard dan Miller dihasilkan dari eksperimen laboratorium dengan menggunakan tikus. Dalam eksperimen, seekor tikus laboratorium dimasukkan dalam kotak persegi dengan lantai berjaringan kabel listrik dan sebuah sekat rendah yang memisahkan kotak tersebut menjadi dua. Sebuah bel listrik dipasang dan diatur sedemikian rupa sehingga pada saat percobaan berlangsung, bel listrik tersebut berbunyi bersamaan dengan dialirinya listrik yang terputus-putus melalui kabel listrik pada kotak tersebut. Tikus yang terkejut karena aliran listrik melakukan variasi respon, hingga akhirnya tikus melakukan respon melompati sekat rendah tersebut dan listrik berhenti mengalir serta bel berhenti berbunyi. Percobaan ini diulang terus dan didapatkan bahwa respon melompati sekat rendah sejak bel berbunyi dan listrik mengalir waktunya semakin lama semakin berkurang.
Pada percobaan berikutnya, tikus dimasukkan lagi ke dalam kotak dan bel dibunyikan tapi listrik tidak mengalir. Bel ini terus berbunyi dan baru berhenti ketika tikus melompati sekat rendah di tengah kotak. Akhirnya, tikus ini melakukan respon melompati sekat rendah dan berpindah ke ruang lain di kotak tersebut ketika hanya bel saja yang dibunyikan. Sesi percobaan berikutnya pun dilakukan oleh Dollard dan Miller. Kali ini, sebuah pengungkit ditambahkan dalam kotak. Tikus lalu dimasukkan ke dalam kotak dan bel dibunyikan. Tikus tersebut melompati sekat rendah, namun bel listrik tidak berhenti berbunyi. Berbagai variasi respon pun dilakukan oleh tikus hingga akhirnya tikus menekan pengungkit dan bel berhenti berbunyi. Percobaan terus diulang dan tikus semakin lama semakin cepat melakukan respon menekan pengungkit segera setelah bel listrik dibunyikan.
Eksperimen ini secara keseluruhan menggabungkan antara pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan. Ketika aliran listrik (stimulus tidak terkondisi/ST) dipasangkan dengan bunyi bel listrik (stimulus terkondisi/SK) dan tikus mengasosiasikan bunyi bel listrik dengan aliran listrik, maka pengkondisian klasikal telah terjadi. Kemudian ketika tikus berhasil melakukan respon (R) yang tepat untuk menghindari aliran listrik dan bunyi bel tersebut, yaitu dengan melompati sekat rendah, maka pengkondisian operan juga telah terjadi. Dan gabungan dari keduanya menyebabkan tikus akan melakukan respon melompati sekat rendah (R) ketika ia hanya mendengar bunyi bel listrik saja (SK) yang telah menggantikan fungsi aliran listrik (ST). Respon yang mendapat perkuatan saja (dalam hal ini terbebas dari rasa sakit akibat aliran listrik dan juga asosiasinya (bunyi bel listrik)) yang cenderung diulang. Hal ini bisa kita lihat dari perubahan respon melompati sekat rendah menjadi respon menekan pengungkit ketika respon melompati sekat rendah tidak lagi bisa dilakukan untuk mendapat perkuatan.
Satu hal lagi yang penting untuk diperhatikan dalam teori Dollard dan Miller dari percobaan ini adalah adanya sesuatu yang disebut respon internal (r) yang kemudian menjadi dorongan (drive/SD) sebagai isyarat (cue) untuk melakukan respon terbuka (R). Respon internal (r) ini berupa rasa takut akan rasa sakit yang timbul dari aliran listrik (rasa sakit ini sendiri adalah dorongan yang bersifat bawaan; contoh lainnya adalah rasa lapar, haus, dan seks. Menurut Dollard dan Miller, asosiasi yang terjadi antara stimulus terkondisi (SK) dengan respon internal (r) inilah yang disebut kebiasaan (habit) dan membentuk serangkaian proses berikutnya sampai individu melakukan respon terbuka (R) yang mendapat perkuatan. Respon internal (r) ini bisa berupa rasa takut dan kecemasan dalam diri individu.
Dollard dan Miller mengemukakan bahwa tikus dalam percobaan pertama menggeneralisasikan stimulus, sehingga setiap kali bel berbunyi dengan variasi intensitas yang berbeda-beda sekali pun, tikus tetap merespon melompati sekat rendah. Namun tikus bisa juga melakukan diferensiasi stimulus, jika percobaan dilakukan dengan mengaliri listrik tepat hanya pada bunyi bel dengan intensitas tertentu, dan pada intensitas yang lain bel berbunyi tapi tidak ada aliran listrik; sehingga tikus hanya merespon pada stimulus yang spesifik.
Struktur Kepribadian
Kebiasaan merupakan satu-satunya elemen dalam teori Dollard & Miller yang merupakan ikatan atau asosiasi antara stimulus dengan respon, yang relatif stabil dan bertahan lama dalam kepribadian. Struktur-struktur kebiasaan itu tergantung pada peristiwa unik yang pernah dialami oleh individu yang bersangkutan. Namun, struktur kepribadian ini hanya bersifat sementara karena dapat berubah bila individu tersebut mendapatkan pengalaman baru keesokan harinya. Dollard & Miller berusaha menekankan bahwa segolongan dari kebiasaan itu sendiri penting bagi manusia untuk menghasilkan stimulus verbal entah dihasilkan dari individu itu sendiri ataupun orang lain dan biasanya responnya pun bersifat verbal.
Dollard & Miller juga mencatat bahwa kebiasaan dapat membuat individu melihat respon internal yang membangkitkan stimulus internal yang didalamnya terdapat dorongan (drive). Dorongan (drive) sendiri terbagi atas dua dorongan primer yaitu dorongan yang berkaitan dengan fisiologis contohnya yaitu lapar, haus, seks. Kedua yaitu dorongan sekunder yaitu asosiasi pemuasan dari dorongan primer contohnya yaitu kecemasan, rasa takut, gelisah.
Rasa takut di dapat dari kejadian atau pengalaman unik dialami individu tersebut seperti seorang perempuan yang berjalan seorang diri di jalan yang sepi tiba-tiba dirampok oleh sekawanan penjahat. Setelah kejadian tersebut, ia pun merasa cemas jika akan bepergian seorang diri di jalan yang sepi. Karena itu, setiap bepergian di jalan yang sepi ia selalu mengajak teman untuk mengurangi rasa cemasnya.
Ok sekian dulu postingan saya, silahkan menuju postingan selanjutnya untuk membaca mengenai dinamika kepribadian oleh Dollar & Miller.
No comments:
Post a Comment