Menurut Santrock (1996) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, yaitu:
1. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Erikson (dalam Santrock, 1996), masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus diatasi. Gagasan Erikson mengenai kenakalan pada remaja dihubungkan dengan kemampuan remaja untuk mengatasi krisis identitas diri secara positif.
2. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang sudah dimiliki orang lain seusianya selama proses perkembangan. Tugas perkembangan pada remaja mengharuskan remaja untuk dapat membedakan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku tidak dapat diterima.
Hasil penelitian yang dilakukan Santrock (1996), menunjukan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orang tua yang efektif dimasa kanak-kanak berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Kontrol diri yang baik pada remaja akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.
3. Usia
4. Jenis kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian (Kartono, 2010) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.
5. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja delinkuen biasanya memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Hal tersebut ditandai dengan minimnya motivasi bersekolah serta nilai-nilai yang cenderung rendah.
6. Proses keluarga dan pengaruh orang tua
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Remaja delinkuen biasanya berasal dari keluarga yang minim dukungan (perhatian) terhadap anak, minim kontrol dan pengawasan, serta menerapkan pola disiplin secara tidak efektif.
7. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan remaja untuk menjadi nakal. Sebuah penelitian menemukan fakta bahwa presentase kenakalan remaja yang lebih tinggi terdapat pada remaja yang memiliki komunitas teman sebaya yang melakukan kenakalan dibanding remaja yang bergaul dengan anak baik-baik. (Glueck&Glueck, 1950 dalam Santrock, 1996).
8. Kelas sosial ekonomi
Masyarakat kelas ekonomi rendah memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan tindak kriminal dibandingkan dengan masyarakat kelas ekonomi menengah keatas (Kartono, 2010). Norma yang berlaku diantara geng di kelas sosial rendah biasanya antisosial dan berlawanan dengan tujuan dan norma masyarakat luas (Santrock, 1996:525)
9. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Lingkungan dimana remaja tinggal turut berperan serta dalam memunculkan perilaku kenakalan remaja. Kondisi lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan seorang anak. Lingkungan yang dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, dapat merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesens yang masih labil jiwanya.
Sedangkan menurut Kartono (2010), beberapa faktor penyebab kenakalan remaja berdasarkan pada berbagai sudut pandang teori, antara lain ;
a. Teori Biologis
Teori ini meyakini bahwa perilaku delinkuen pada anak-anak dan remaja muncul karena faktor-faktor fisiologis dan jasmani seseorang. Selain itu, dapat juga akibat pembawaan keturunan (gen) maupun cacat jasmaniah yang dibawa sejak lahir.
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku delinkuen pada remaja ditinjau dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Aspek tersebut dapat berupa inteligensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-sikap yang salah fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik batin, emosi yang kontroversional, kecenderungan psikopatologis, dll. Singkatnya, delinkuensi pada remaja merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis atau konflik batin anak remaja itu sendiri.
c. Teori Sosiogenis
Teori ini menjelaskan bahwa penyebab perilaku delinkuen pada anak-anak dan remaja berasal dari aspek sosiologis atau sosial-psikologis lainnya. Misalnya oleh pengaruh struktur sosial yang debiatif, tekanan kelompok, peranan sosial, status sosial atau oleh internalisasi simbolis yang keliru.
d. Teori Subkultur
Teori ini berpendapat bahwa penyebab juvenile delinquency adalah sifat-sifat suatu struktur sosial dengan pola budaya (subkultutr) yang khas dari lingkungan keluarga, tetangga, dan masyarakat disekitar remaja delinkuensi. Remaja subkultur delinkuen akan mengaitkan sistem nilai, kepercayaan atau keyakinan, ambisi-ambisi tertentu (memberontak terhadap sistem, pola kriminal, ambisi materiil, dll.)
Sumber:
Kartini, Kartono. (2010). Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Santrock, J.W (1996). Adolescence. 6th edition. Dubuque, Lowa : WM. C. Brown Publisher
"Selamat Mengerjakan Tugas "
No comments:
Post a Comment