Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus
Stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
2. Respon
Stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing,
serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3. Proses
Stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Lazarus dan kolega (Lazarus, 1999; Lazarus & Folkman, 1984, dalam Sarafino, 2008) mengatakan bahwa transaksi dalam stres sebagai hasil dari cognitive appraisal. Cognitive appraisal adalah suatu proses mental dalam diri seseorang yang terdiri atas dua faktor, yaitu tuntutan yang mengancam kesejahteraan fisik dan psikologis dan yang kedua yaitu sumber daya yang mampu mengatasi tuntutan tersebut. Kedua faktor tersebut terlihat pada dua tipe penilaian, yaitu primary appraisal dan secondary appraisal.
a. Primary Appraisal
Saat seseorang mengalami kejadian yang berpotensi menyebabkan stres, maka individu tersebut berusaha untuk memberikan penilaian terhadap situasi untuk kenyamanan dirinya.
b. Secondary Appraisal
Penilaian yang mengacu pada usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan sumber yang ada untuk mengatasi situasi tersebut.
Stres dapat diartikan secara positif atau negatif tergantung kepada individu itu tersebut. Ketika stres dipersepsikan secara positif maka dapat memotivasi manusia untuk lebih percaya diri dan lebih berprestasi. Lazarus & Folkman (dalam Taylor, 1991) menerangkan bahwa stres sebagai fungsi dari tingkatan person-environment fit, yaitu ketika seseorang memiliki sumber yang mencukupi untuk menghadapi situasi yang sulit maka orang tersebut akan mengalami stres ringan. Kemudian ketika seseorang tersebut memiliki sumber yang cukup untuk mengatasi situasi sulit tersebut dengan mengerahkan seluruh tenaga, maka orang tersebut akan mengalami stres tingkat sedang (moderat). Dan ketika seseorang merasa bahwa sumber yang ia miliki tidak cukup untuk megatasi situasi sulit tersebut, maka ia akan mengalami stres berat. Selye (dalam Sarafino, 1998) ada dua jenis stres yang memiliki pengaruh berbeda, yang pertama adalah distress yaitu stres yang dianggap sebagai sesuatu yang menyakitkan dan merusak, kemudian yang kedua adalah eustress, stres yang dianggap menguntungkan dan membangun.
Penyebab Stress
Penyebab stres atau stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Menurut Baron (2006) stressor adalah suatu respon individu terhadap suatu peristiwa lingkungan yang menghasilkan, atau menghasilkan respon stress.
Menurut Sarafino (1998), sumber stres terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Stressor mayor,
Penyebab stres yang berupa major life event yang terdiri dari peristiwa kematian orang yang disayangi, kehilangan pekerjaan, cedera parah atau sakit, bencana alam dan perpisahan.
b. Stressor minor
Penyebab stres yang berawal dari stimulus tentang masalah hidup sehari-hari (daily hassles), seperti ketidaksenangan emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres, seperti tetangga, pekerjaan, kemacetan, polusi dan hubungan dengan orang laindan sebagainya.
Sarafino (2008), mengatakan bahwa bayi, anak-anak, dan dewasa semua memiliki pengalaman dalam stres. Sumber stres mungkin berubah berdasarkan perkembangan seseorang, akan tetapi kondisi stres tersebut dapat terjadi sepanjang hidup. Terdapat beberapa sumber stres, yaitu :
a. Person
Kadang-kadang sumber stres dapat berasal dari dalam diri seseorang itu sendiri. Penyakit adalah salah satu hal yang dapat menyebabkan individu mengalami stres. Sakit dapat menciptakan tuntutan pada fisik dan psikologis seseorang, dan tingkatan stres menimbulkan tuntutan berdasarkan keseriusan dan usia seseorang.
Stres juga muncul dalam individu melalui penilaian terhadap moivasi yang berlawanan, dimana terjadi konflik.
b. Family
Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian masing-masing anggota keluarga berdampak pada interaksi dengan anggota lain dalam sistem keluarga, terkadang dapat menimbulkan stres. Terdapat tiga sumber stres dalam keluarga yaitu bertambahnya anggota keluarga baru; perceraian; dan penyakit atau kematian dalam keluarga.
c. Community and society
Interaksi dengan orang lain di luar keluarga menimbulkan banyak sumber stres. Stres pada orang dewasa dikaitkan dengan pekerjaan dan situasi lingkungannya.
Menurut Taylor (1991), ada beberapa karakteristik penyebab stres yang berpotensi meningkatkan stres, yaitu:
a. Negative Event
Kejadian yang negatif lebih banyak menghasilkan stres daripada kejadian yang positif.
b. Unconrollable Event
Kejadian yang tidak dapat dikontrol lebih banyak menimbulkan stres daripada kejadian yang dapat dikontrol dan diprediksi.
c. Ambiguous Event
Kejadian yang ambigu menyebabkan stres meningkat daripada kejadian yang jelas karena individu akan membutuhkan waktu untuk menilai kejadian tersebut.
d. Overload
Tugas yang berlebihan menyebabkan seseorang mengalami stres yang lebih tinggi daripada seseorang yang memiliki tugas lebih sedikit.
Stres dapat berasal dari dalam diri individu maupun dari berbagai kejadian yang ada di luar yang dapat memberikan tekanan bagi individu tersebut sehingga menimbulkan stres. Kejadian-kejadian yang tidak sesuai atau kejadian yang tidak terduga dapat menimbulkan stres. Seperti dalam penelitian ini, cedera merupakan suatu kejadian yang tidak sesuai atau tidak terduga yang dapat menyebabkan seorang atlet sepak bola mengalami stres.
Dampak Stress
Suatu stressor dapat menimbulkan dampak biologis, psikologis, dan sistem sosial pada dalam diri individu (Sarafino, 2008).
1. Aspek biologis
Setiap orang yang pernah mengalami situasi yang mengancam, terdapat suatu reaksi fisiologis terhadap stres, seperti peningkatan detak jantung dan pernafasan, dan kemudian mungkin otot akan bergetar, terutama pada lengan dan kaki. Tubuh akan terangsang dan termotivasi untuk mempertahankan diri, dan sistem saraf simpatik dan sistem endokrin lah yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Bagian fisiologis yang merespon stressor disebut dengan reactivity. Cannon (1929, dalam Sarafino, 2008) memberikan deskripsi dasar tentang bagaimana tubuh bereaksi terhadap suatu keadaan darurat. Ia tertarik pada reaksi fisiologis manusia dan hewan dalam merespon suatu bahaya. Reaksi tersebut disebut dengan respon fight-or-flight karena respon tersebut mempersiapkan organisme untuk melawan suatu ancaman atau untuk meninggalkannya. (Selye, 1956, 1976, 1985; Weinrib, 2004; dalam Sarafino, 2008) menjelaskan terdapat tiga tahap reaksi fisiologis yang disebut dengan General Adaptation Syndrome (GAS), yaitu:
a. Alarm Reaction, dimana tahap pertama ini seperti respon fight-or-flight dalam merespon suatu hal darurat.
b. Resistance, tahap dimana tubuh mulai menyesuaikan dengan stressor.
c. Exhaustion. Tahap dimana energi fisiologis terbatas dalam mengatasi stressor, dan jika stres tetap berlanjut, mungkin akan terjadi kematian
Sarafino (2008) mengatakan bahwa stressor dapat menimbulkan perubahan fisiologis, tetapi faktor psikososial juga memiliki peran yang akan berdampak pada kognitif, emosi, dan sistem sosial.
a. Kognitif
Stres dapat merusak sistem kognitif, seringkali mengalihkan perhatian kita. Keributan juga dapat menjadi sebuah stressor. Banyak orang yang mencoba untuk mengatasi stres dengan merubah fokus terhadap atensi mereka dari suatu keributan ke aspek kognitif yang sesuai. Tidak hanya stres yang mempengaruhi kognitif, tetapi juga sebaliknya.
b. Emosi
Emosi cenderung mengiringi stres, dan seseorang sering menggunakan emosi mereka untuk mengevaluasi stres. Proses penilaian kognitif dapat berpengaruh pada emosi dan stres (Lazarus, 1999; Scherer, 1986, dalam Sarafino, 2008). Beberapa reaksi emosi yang disebabkan oleh ketidaknyamanan dan tegangan fisik adalah takut, sedih, dan marah.
c. Perilaku sosial
Stres merubah perilaku seseorang kepada orang lain. Dalam situasi yang sangat stres, seperti kecelakaan, gempa, dan bencana lainnya, beberapa orang mungkin bekerja sama untuk membantu satu sama lain untuk bertahan hidup. Dalam situasi sangat stres lainnya, orang mungkin akan menjadi kurang bersosialisasi dan kurang peduli serta tidak sensitif terhadap orang lain.
Stres dapat menimbulkan dampak pada individu yang mengalaminya. Oleh karena itu individu akan berusaha untuk melakukan sesuatu untuk mengatasi situasi stres yang tidak nyaman.
Coping Stress
Definisi Coping
Lazarus & Folkman (1986) menjelaskan bahwa coping adalah usaha seseorang untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan (management) atau tuntutan (eksternal atau internal) yang dinilai sebagai beban yang melebihi kemampuannya. Sarafino (2008) mengatakan bahwa coping merupakan suatu proses dimana seseorang mencoba untuk mengelola (manage) perbedaan yang dirasakan antara tuntutan dan sumber daya mereka dalam menilai situasi stres yang dihadapi. Upaya melakukan coping dapat cukup bervariasi dan tidak selalu mengarah pada penyelesaian dari suatu masalah. Walaupun dapat ditujukan untuk mengoreksi atau menguasai suatu masalah, coping juga dapat membantu seseorang untuk merubah persepsi mereka mengenai ketidaksesuaian, mentolerir dan menerima ancaman yang ada, atau melarikan diri atau menghindar dari situasi tersebut (Lazarus & Folkman, Moos & Schaefer dalam Sarafino, 2008). Setiap orang menggunakan cara yang berbeda dalam mencoba untuk mengelola penilaian mereka terhadap ketidaksesuaian antara tuntutan dari situasi stres dan sumber daya yang mereka miliki. Proses coping bukan suatu kegiatan tunggal. Karena coping melibatkan transaksi yang terus-menerus dengan lingkungan, proses terbaik dilihat dari rangkaian dinamika dari penilaian dan penilaian ulang yang menyesuaikan pada perubahan dalam hubungan seseorang dengan lingkungannya.
Dapat disimpulkan bahwa coping merupakan suatu cara yang dilakukan seseorang untuk mengelola tuntutan dan sumber daya yang dimiliki dalam menghadapi situasi stres. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam melakukan coping.
Sumber Coping
Usaha seseorang dalam melakukan coping didasarkan pada sumber-sember yang tersedia oleh individu tersebut (Taylor, 2002). Terdapat dua macam sumber coping, yaitu:
1. Sumber Internal
a. Personality
Kepribadian dari masing-masing individu dalam suatu situasi stres akan mempengaruhi bagaimana mereka akan mengatasi situasi tersebut. Beberapa karakteristik kepribadian membuat situasi stres semakin buruk.
b. Negativity
Orang-orang tertentu yang cenderung dengan kepribadian mereka untuk mengalami peristiwa stres sebagai hal stres, yang mungkin, pada gilirannya, mempengaruhi tekanan psikologis mereka, gejala fisik mereka, dan atau keparahan penyakit. Hal tersebut dapat disebut sebagai negative affectivity (Watson & Clark dalam Taylor, 2002), suasana hati negatif yang ditandai dengan kecemasan, depresi, kebencian.
Individu dengan negative affectivity yang tinggi akan mengekspresikan distres, ketidaknyamanan, dan ketidakpuasan di berbagai macam situasi (Brett, Brief, Burke, George & Webster, 1990; Watson & Clark, 1984 dalam Taylor, 2002).
c. Hardiness
Hardiness terdiri dari tiga karakteristik. Yang pertama adalah commitment, yaitu kecenderungan untuk melibatkan diri dalam situasi apapun. Faktor yang kedua adalah keyakinan dalam control, berarti bahwa salah satu penyebab peristiwa yang terjadi dalam kehidupan seseorang dan hal tersebut dapat mempengaruhi lingkungan seseorang. Komponen yang ketiga adalah challenge, yaitu kesediaan untuk melakukan perubahan dan menghadapi aktivitas baru yang merupakan peluang untuk berkembang. Sebagian besar, individu yang hardy menggunakan strategi coping efektif aktif, seperti problem-focused coping dan mencari dukungan sosial, dan mereka tidak cenderung menjadi penghindar (P. G. Williams, Wiebe, & Smith dalam Taylor, 2002).
Optimism diasosiasikan dengan penggunaan problem-focused coping, mencari dukungan sosial, dan menekankan aspek-aspek positif dari suatu situasi stres. Pessimism, sebaliknya, diasosiasikan dengan penolakan dan menjauhkan dari peristiwa, fokus langsung pada perasaan stres, dan pelepasan dari tujuan dimana merupakan sumber stres yang mengganggu. Optimism, memungkinkan seseorang untuk menghadapi peristiwa stres dengan mengajak mereka untuk menggunakan sumber daya mereka secara lebih efektif.
e. Psychological Control
Perasaan bahwa seseorang dapat melakukan kontrol atas peristiwa stres telah lama dikenal untuk membantu seseorang mengatasi stres secara efektif. Perceived control adalah keyakinan bahwa kita dapat menentukan perilaku sendiri, mempengaruhi lingkungan, dan atau membawa hasil yang diinginkan. Perceived control berkaitan erat dengan self efficacy yang merupakan persepsi dari kemampuan seseorang untuk memberlakukan tindakan yang diperlukan untuk memperoleh hasil tertentu dalam situasi tertentu.
Sumber Eksternal
Coping dipengaruhi tidak hanya oleh sumber daya internal yang dimiliki individu, seperti personality dan metode coping, tetapi juga oleh sumber daya eksternal (Terry, 1994 dalam Taylor, 2002). Hal ini termasuk waktu, uang, pendidikan, pekerjaan yang layak, anak, teman, keluarga, standar hidup, kehadiran peristiwa kehidupan yang positif, dan tidak adanya stresor kehidupan lainnya. (Cohen & Edwards, 1989; Moos, 1995 dalam Taylor, 2002). Individu dengan sumber daya yang lebih baik biasanya akan menghadapi peristiwa stres lebih baik karena waktu, uang, teman, dan sumber daya lainnya yang menyediakan lebih banyak cara untuk menghadapi peristiwa atau situasi stres.
Ikatan sosial dan hubungan dengan orang lain telah lama dianggap sebagai salah satu aspek kepuasan emosional. Dukungan sosial merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi individu dalam melakukan strategi coping.
Pada dasarnya, setiap individu melakukan usaha untuk mengatasi situasi stres karena adanya sumber-sumber atau faktor-faktor yang mempengaruhi. Terdapat dua sumber atau faktor dalam melakukan coping, yaitu sumber internal yang muncul dari dalam diri individu itu sendiri maupun sumber-sumber atau faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan usaha dalam mengelola tuntutan atau situasi yang menimbulkan stres.
Fungsi Coping
Coping dapat memiliki dua fungsi utama (Lazarus, 1999; Lazarus & Folkman, 1984, dalam Sarafino, 2008). Coping dapat mengubah masalah yang menyebabkan stres atau dapat menjaga respon emosi terhadap masalah.
1. Emotion-focused coping, bertujuan untuk menjaga respon emosi terhadap situasi stres. Seseorang dapat menjaga respon emosinya dengan melalui pendekatan behavioral dan pendekatan kognitif. Pada pendekatan behavioral seseorang melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengalihkan perhatian dari masalahnya dan mencari dukungan sosial dari lingkungan sekitar. Sedangkan pada pendekatan kognitif, melibatkan bagaimana seseorang berpikir tentang situasi yang menyebabkan stres. Dalam pendekatan ini, seseorang mendefinisikan ulang mengenai situasinya untuk menghadapinya dengan baik, seperti mencatat sesuatu yang lebih buruk, membuat perbedaan dengan individu yang lebih tidak baik, atau melihat sesuatu yang baik di luar permasalahan (Taylor, 1983, dalam Sarafino, 2008). Orang yang ingin mendefinisikan kembali keadaan yang menyebabkan stres secara umum akan dapat menemukan cara untuk melakukannya karena hampir selalu terdapat beberapa aspek dalam kehidupan yang dapat dilihat secara positif (Taylor, 1983, dalam Sarafino, 2008). Proses emotion-focused kognitif lainnya termasuk strategi dari Freud yang disebut dengan defense mechanisms, dimana melibatkan mendistorsi memori atau realitas di berbagai cara (Cramer, 2000, dalam Sarafino, 2008). Seseorang cenderung menggunakan pendekatan emotion-focused ketika mereka percaya bahwa mereka dapat melakukanperubahan kecil di dalam situasi stres (Lazarus & Folkman, 1984b, dalam Sarafino, 2008).
2. Problem-focused coping, bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi stres atau menambah sumber daya untuk mengatasinya. Orang cenderung menggunakan pendekatan ini ketkia mereka percaya bahwa sumber daya mereka atau tuntutan dari situasi stresnya dapat diubah (Lazarus & Folkman, dalam Sarafino, 2008).
Sarafino (2008) mengatakan bahwa kedua pendekatan, yaitu Emotion-focused coping dan Problem-focused coping dapat digunakan secara bersamaan. Keduanya merupakan suatu cara yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan yang dapat menimbulkan stres.
Strategi Coping
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lazarus, Folkman, dan kolega (Folkman, Lazarus, Dunkel-Schetter, DeLongis, & Gruen, 1986, dalam Taylor, 2002), terdapat beberapa bentuk strategi coping berdasarkan emotion-focused coping dan problem-focused coping yang dapat digunakan.
1. Problem-focused coping
a. Confrontative coping
Usaha yang dilakukan secara agresif untuk merubah situasi stres.
b. Seeking social support
Usaha untuk memperoleh kenyamanan secara emosional dan informasi dari orang lain.
c. Planful problem solving
Mendeskripsikan dan menghasilkan solusi untuk menyelesaikan situasi stres.
2. Emotion-focused coping
a. Self-control
Usaha untuk mengatur suatu perasaan (feeling).
b. Distancing
Usaha untuk melepaskan diri dari situasi stres.
c. Positive reappraisal
Usaha untuk menemukan makna positif dalam suatu pengalaman yang berdasarkan pada perkembangan diri.
d. Accepting responsibility
Mengetahui peran diri sendiri dalam suatu permasalahan.
e. Escape/avoidance
Usaha untuk melarikan diri atau menghindar dari situasi stres.
Strategi-strategi coping tersebut dapat dilakukan oleh individu untuk melakukan coping. Individu dapat melakukan lebih dari satu strategi untuk menghadapi situasi stres yang terjadi.
Diambil dari Skripsi Psikologi Unair
Daftar Pustaka:
Lazarus, (1976). Pattern of Adjustment. Mc Graw Hill Inc
Lazarus, (1999). Stress and Emotions, a new synthesis. Springer Publishing Company,
Inc.
Lazarus, (2006). Coping with Aging. Oxford University Press.
Sarafino, E. P. (2008). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth
Edition. USA: John Wiley & Sons.
Taylor, S. (2002). Health Psychology. New York: McGraww Hill.
No comments:
Post a Comment