Hetherington & Whiting (1999) menyatakan bahwa pola asuh sebagai
proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti proses
pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melindungi dan proses sosialisasi
anak dengan lingkungan sekitar. Orang tua akan menerapkan pola asuh yang terbaik
bagi anaknya dan orang tua akan menjadi contoh bagi anaknya. Menurut Gunarsa
(2002) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang
tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian,
dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (afeksi atau perasaan) tetapi
juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras
dengan lingkungan. Menurut Wahyuning (2003) pola asuh adalah seluruh cara
perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting
dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan
anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak
berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang
diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun
sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan
proses interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak yang merupakan pola
pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan memberi pengaruh terhadap
perkembangan kepribadian anak (Baumrind dalam Irmawati, 2002). Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah suatu proses
interaksi total orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara,
memberi makan, melindungi, dan mengarahkan tingkah laku anak selama masa
perkembangan serta memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak dan
terkait dengan kondisi psikologis bagaimana cara orang tua mengkomunikasikan
afeksi (perasaan) dan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat
hidup selaras dengan lingkungan.
Dimensi Pola Asuh
Baumrind (dalam Sigelman, 2002) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk
dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu;
(1) Acceptance/Responsiveness; menggambarkan bagaimana orang tua
berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua.
Mengacu pada beberapa aspek, yakni;
1) sejauh mana orang tua mendukung dan
sensitif pada kebutuhan anakanaknya,
2) sensitif terhadap emosi anak,
3)
memperhatikan kesejahteraan anak,
4) bersedia meluangkan waktu dan melakukan
kegiatan bersama,
5) serta bersedia untuk memberikan
kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan
mereka. Dapat menerima kondisi anak, orang tua responsif penuh kasih sayang dan
sering tersenyum, memeberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga
membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orang
tua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan,
menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan
kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai.
(2) Demandingness/Control; menggambarkan bagaimana standar yang
ditetapkan oleh orang tua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari
orang tua. Mengacu pada beberapa aspek yakni;
1) pembatasan; orang tua
membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orang tua menentukan hal-hal yang
harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin
dilakukan anak,
2) tuntutan; agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan
tanggung jawab sosial sesuasi dengan standart yang berlaku sesuai keinginan
orang tua,
3) sikap ketat; berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan
tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua
tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan
yang telah ditentukan,
4) campur tangan; tidak adanya kebebasan bertingkah laku
yang diberikan orang tua kepada anaknnya. Orang tua selalu turut campur dalam
Universitas Sumatera Utara keputusan, rencana dan relasi anak, orang tua tidak
melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orang tua beranggapan apa
yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.
5)
kekuasaan sewenang-wenang; menggambarkan bahwa orang tua menerapkan kendali
yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orang tua. Mengendalikan atau
menuntut aturan yang ditetapkan orang tua, mengharapkan anak-anak mereka untuk
mengikuti mereka, dan memantau anakanak mereka dengan ketat untuk memastikan
bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orang tua yang kurang dalam pengendalikan atau
menuntut (sering disebut orang tua permisif) membuat tuntutan yang lebih
sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam
mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat
keputusan tentang kegiatan mereka sendiri.
Jenis-Jenis Pola Asuh
Berdasarkan hasil penelitian Diana Baumrind (dalam Sigelmen, 2002)
dikatakan terdapat 3 jenis pola asuh yaitu: authoritarian, authoritative dan
permissive. Kemudian Maccoby & Martin menambahkan satu jenis pola asuh lagi
dengan pola asuh uninvolved/ neglectful.
2. Authoritative parenting; orang tua authoritative lebih flexibel;
mereka mengendalikan dan menggunakan kontrol, tetapi mereka juga menerima dan
responsif. Seimbang dalam kedua dimensi baik demandingness/control maupun
acceptance/responsive. Mereka membuat peraturan yang jelas dan secara konsisten
melakukannya, mereka juga menjelaskan rasionalisasi dari peraturan mereka dan
pembatasannya. Mereka juga responsif pada kebutuhan anak-anak mereka dan sudut
pandang anak, serta melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga.
Mereka dapat diterima secara rasional dan demokratis dalam pendekatan mereka,
meski dalam hal ini jelas mereka berkuasa, tetapi mereka berkomunikasi secara
hormat dengan anakanak mereka.
4. Neglectful parenting; merupakan orang tua yang mengkombinasikan
rendahnya demandingness/control dan acceptance/responsive yang rendah pula.
Secara relatif tidak melibatkan diri pada pengasuhan anak mereka mereka
terlihat tidak terlalu perduli pada anak-anak mereka dan bahkan Universitas
Sumatera Utara mungkin menolak mereka atau yang lainnya mereka kewalahan dengan
masalah-masalah mereka sendiri yang mana mereka tidak dapat memberikan energi
yang cukup untuk menetapkan dan menegakkan aturan.
Faktor - Faktor yang
Mempengaruhi Pola Asuh
Darling (1999) mengatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi pola asuh,
yaitu:
1. Jenis kelamin anak
Jenis kelamin anak mempengaruhi bagaimana orang tua mengambil tindakan
pada anak dalam pengasuhannya. Umumnya orang tua akan bersikap lebih ketat pada
anak perempuan dan memberi kebebasan lebih pada anak laki-laki. Namun tanggung
jawab yang besar diberikan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.
2. Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola asuh anak. Hal
ini juga berkaitan dengan perbedaan peran dan tuntutan pada laki-laki dan
perempuan dalam suatu kebudayaan.
3. Kelas sosial ekonomi
Orang tua dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas cenderung lebih
permissive dibanding dengan orang tua dari kelas sosial ekonomi bawah yang
cemderung autoritarian.
No comments:
Post a Comment