Contoh Kasus:
21 Pelajar Pacaran dan Gelar Pesta Miras
KENDAL KOMPAS.com - Belasan pelajar sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama Kendal, diamankan oleh petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) Kabupaten Kendal, Jawa Tengah , Jumat (10/6/2011) siang.
Belasan pelajar yang berjumlah 21 orang dan masih berseragam itu, diamankan saat asik menggelar pesta minuman keras dan pacaran di sekitar stadioan Utama Kebondalem Kendal.
Setelah mendapat pengarahan dan menandatangani surat perjanjian, agar tidak mengulang lagi, mereka disuruh dikumpulkan di halaman kantor Satpol dan dihukum fisik. "Ini hanya pembinaan, supaya kalian jera," kata Kepala Satpol PP Kendal, Feri Bonay.
Feri menambahkan, pihaknya melakukan operasi disiang hari, karena mendapat laporan warga yang kerap melihat puluhan pelajar pacaran di sekitar stadion. Baik malam maupun siang. Bahkan pelajar tersebut, kerap melakukan perbuatan asusila.
"Sekitar stadion itu kan tempat bermain. Banyak anak-anak kecil yang bermain di situ, sehingga banyak orang tua yang takut anaknya tersebut ikut-ikutan," katanya.
Ia menambahkan, sesuai peraturan daerah nomor 10 tahun 2008, tentang pelacuran dan tindakan asusila, mereka dikenai sanksi hukuman kurungan dua hari atau denda uang 200 ribu rupiah.
"Tapi karena mereka pelajar, hanya kami beri pembinaan dan kami serahkan kepada orang tua dan gurunya," tambah Feri.
Sebelumnya, pada Rabu malam kemarin, Satpol PP Kabupaten Kendal juga telah melakukan razia. Dalam kesempatan itu, 9 pasang pelajar tertangkap saat asyik pacaran.
Analisis
Kebiasaan minum minuman keras yang kerap dilakukan oleh pelajar-pelajar dapat membuat mereka memiliki ketergantungan pada alkohol. Ketergantungan alkohol secara umum memiliki simtom-simtom gangguan yang lebih parah, seperti toleransi atau putus zat (Schuckit dkk.,1998). Efek pemutusan total alkohol pada peminum kronis dan berat dapat cukup dramatis karena tubuh telah terbiasa dengan zat tersebut. Secara subjektif, orang yang bersangkutan sering kali mengalami kecemasan, depresi, lemah, tidak dapat diam, dan tidak dapat tidur. Tremor otot, terutama otot-otot kecil di jari, wajah, kelopak mata, bibir, dan lidah dapat terlihat jelas dan denyut nadi, tekanan darah, serta suhu tubuh meningkat.
Orang-orang yang mengalami ketergantungan pada alkohol butuh minum alkohol setiap hari dan tidak mampu untuk menghentikan atau mengurangi konsumsinya meskipun berulang kali berupaya untuk berhenti sepenuhnya atau membatasi minum alkohol hanya pada waktu tertentu dalam sehari. Ketergantungan terhadap alkohol sering kali menyebabkan berbagai masalah sosial dan pekerjaan, pertengkaran dengan keluarga atau teman-teman, sering membolos dari pekerjaan, kemungkinan diberhentikan dari pekerjaan, dan ditahan karena kecelakaan lalu lintas.
Efek penggunaan alkohol jangka pendek bervariasi tergantung kadar konsentrasi zat tersebut di dalam aliran darah, yang pada akhirnya tergantung pada banyaknya alkohol yang dikonsumsi dalam satu kurun waktu tertentu, adanya makanan dalam lambung yang menahan alkohol dan mengurangi tingkat penyerapannya, ukuran tubuh orang yang minum alkohol tersbut, dan kemampuan kerja organ hati. Alkohol merupakan suatu obat kimia dan mempunyai efek bifase. Efek awal alkohol bersifat merangsang yaitu peminum merasakan suatu perasaan sosiabilitas dan nyaman yang ekspansif seiring naiknya kadar alkohol dalam darah. Namun, setelah kadar alkohol dalam darah mencapai puncaknya dan mulai turun, alkohol berfungsi sebagai depresan, dan si peminum dapat mengalami peningkatan dalam berbagai emosi negatif. Alkohol juga mampu menghilangkan rasa sakit dan dalam dosis yang lebih besar, bersifat sedatif, menyebabkan orang tertidur, bahkan kematian.
Kebiasaan minum yang kronis menimnulkan kerusakan biologis parah selain kemunduran psikologis. Konsumsi alkohol dalam waktu lama memberikan efek negatif bagi hampir setiap jaringan dan organ tubuh. Malnutrisi parah dapat terjadi dengan menghambat pencernaan makanan dan penyerapan vitamin. Konsumsi alkohol dalam waktu yang lama memiliki konsekuensi psikologis, biologis, dan sosial yang sangat serius, karena keberfungsiaan penyalahguna alkohol sendiri amat sangat terganggu, orang-orang yang berinteraksi dengannya juga sangat terpengaruh dan terluka.
Abnormalitas dan Psikopatologi
Banyak istilah untuk mengemukakan atau mendefinisikan arti abnormalitas, diantaranya: perilaku abnormal, perilaku maladaptif, gangguan emosional, patologis, psikopatologis, gangguan mental, dsb. Definis abnormalitas menggunakan beberapa karakteristik yaitu Kejarangan statistik, pelanggaran norma, distress pribadi, dan ketidakmampuan atau disfungsi.
1. Kejarangan Statistik
Salah satu aspek perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Kurva normal, atau kurva berbentuk lonceng, menempatkan mayoritas manusia di bagian tengah dalam kaitan dengan karakteristik tertentu; sangat sedikit yang berada di kedua bagian ekstrem. Perkataan yang mengungkapkan bahwa seseorang dianggap normal merujuk bahwa orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu. Kejarangan statistik digunakan secara ekspilisit dalam mendiagnosis retardasi mental.
2. Pelanggaran Norma
Karakteristik lain yang dipertimbangkan dalam menentukan abnormalitas adalah apakah perilaku tersebut melanggar norma sosial, mengancam, atau mencemaskan mereka yang mengamatinya.
3. Distress Pribadi
Karakteristik lain dari beberapa bentuk abnormalitas adalah tekanan pribadi yaitu, perilaku dinilai abnormal jika menciptakan tekanan dan siksaan besar pada orang yang mengalaminya.
4. Disabilitas dan Disfungsi Perilaku
Disabilitas yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (misalnya hubungan kerja atau pribadi) karena abnormalitas, juga dapat menjadi komponen perilaku abnormal. Gangguan yang berkaitan dengan penggunaan zat sebagian ditentukan oleh disabilitas sosial atau pekerjaan (misalnya, kinerja yang rendah ditempat kerja, pertengkaran serius dengan pasangan) yang disebabkan penyalahgunaan zat.
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol disebut sebagai perilaku abnormal sebab kebiasaan tersebut dapat digolongkan sebagai Perilaku maladaptif (self defeating) karena kebiasaan mengkonsumsi alkohol baik jangka panjang maupun jangka pendek dapat menganggu kesehatan, fungsi sosial, dan membatasi peran individu dalam masyarakat.
Conceptual Framework
Ketergantungan alkohol dapat termasuk pada conceptual framework Korchin yaitu development & adaptation, yang meliputi proses dari adaptasi dan perubahan perkembangan. Proses adaptasi yang dapat dilakukan dalam menangani ketergantungan alkohol terdiri dari Proses Fisiologi, Proses Kognisi, Proses Emosional, dan Proses Perilaku. Proses adaptasi fisiologi pertama dilakukan pemulihan dengan menghentikan penggunaan alkohol secara perlahan-lahan, kemudian setelah penggunaan alkohol mulai berkurang dilakukan persiapan kekeadaan semula, setelah itu pengguna alkohol dapat pulih dan tidak tergantung pada alkohol. Proses adaptasi fisiologis membutuhkan oksigen, fluids/nutrient, self, dan neural transmiter.
Intervensi
Penanganan bagi penyalahgunaan alkohol merupakan hal yang sulit, tidak hanya sifat zat tersebut yang menyebabkan kecanduan, namun juga karena banyak masalah psikologis lain yang terlibat. Berbagai intervensi yang dapat dilakukakan bagi permasalahan minum mencakup penanganan tradisional di rumah sakit, penanganan biologis dan penanganan psikologis.
A. Penanganan Tradisional di Rumah Sakit
Rumah-rumah sakit umum dan swasta di seluruh dunia selama bertahun-tahun telah menyediakan tempat tetirah bagi para penyalahguna alkohol, berupa ruang-ruang rawat di mana individu dapat menghentikan kebiasaan minumnya dan mengikuti berbagai terapi individual dan kelompok. Obat-obat penenang terkadang diberikan untuk menghilangkan kecemasan dan rasa tidak nyaman karena putus zat. Untuk membantu mengatasi pemutusan/penghentian, para peminum yang mengalami ketergantungan tersebut juga membutuhkan karbohidrat, vitamin B, dan terkadang, antikejang.
B. Penanganan Biologis
Penanganan biologis dipandang sebagai suatu penanganan tambahan, yaitu penanganan yang dapat memberikan manfaat bila dikombinasikan dengan suatu intervensi psikologis. Meskipun demikian, saat ini terdapat beberapa data mengenai terapi yang mencakup kombinasi terapi obat dan psikoterapi maupun kombinasi beberapa obat yang berbeda (Myrick dkk., 2000). Beberapa peminum yang sedang dalam penanganan menggunakan disulfiram, atau Antabuse, yaitu obat yang mencegah minum dengan cara menyebabkan muntah-muntah hebat jika alkohol diminum. Jika peminum alkohol mampu atau bersedia minum obat setiap pagi sesuai petunjuk, dapat diasumsikan bahwa kemungkinan besar frekuensi minum akan berkurang karena efek negatif yang terjadi ketika seseorang minum alkohol (Sisson & Azrin, 1989). Antabuse juga dapat menimbulkan efek samping yang serius, seperti peradangan jaringan saraf (Moss, 1990).
Obat antagonis opiat naltrekson dan nalokson dipercaya juga dapat menghambat aktivitas endorfin yang dirangsang oleh alkohol, sekaligus mengurangi ketagihan selama orang yang bersangkutan tetap meminumnya. Obat-obat tersebut dapat meningkatkan efektivitas total penanganan bila dikombinasikan dengan terapi kognitif perilaku (Streeton & Whelan, 2001; Volpicelli dkk., 1995; 1997; Ward dkk., 1998). Buspiron yang bekerja menghambat serotonin cukup memiliki manfaat terapeutik dalam penanganan ketergantungan alkohol (Kranzler dkk., 1994). Klonidin juga cukup bermanfaat untuk mengurangi efek penghentian dari beberapa obat, termasuk alkohol, opiat, dan nikotin. Akamprosat juga dapat memengaruhi sistem neurotransmiter glutamat dan GABA sehingga mengurangi ketagihan secara efektif.
C. Terapi Pasangan dan keluarga
Alkohol sangat merusak hidup para peminum. Oleh karena itu, banyak yang hidup hampir menyendiri, dan kurangnya dukungan sosial dapat memperparah masalah minum mereka. Masalah lain bagi yang sudah menikah adalah para peminum sering menyiksa secara fisik atau seksual anggota keluarga mereka. Terapi perkawinan atau pasangan yang berorientasi perilaku diketahui telah berhasil mengurangi permasalahan minum, cukup mengurangi penderitaan pasangan secara umum, dan berkurangnya kekerasan dalam rumah tangga. Fokus terapi ini adalah melibatkan pasangannya untuk membantu peminum meminum Antabuse secara teratur.
D. Penanganan Kognitif dan Perilaku
1. Terapi Aversi. Dalam terapi aversi peminum dikejutkan atau dibuat menjadi mual ketika melihat, meraih, atau mulai minum alkohol. Dalam satu prosedur, yang disebut sensitisasi tertutup (Cautela, 1996), peminum diinstruksikan untuk membayangkan dirinya mengalami mual hebat dan luar biasa karena minum alkohol.
2. Pendekatan Manajemen Peristiwa (operant conditioning) dan Penguatan Komunitas. Terapi ini mengajari pasien dan orang-orang dekatnya untuk menguatkan perilaku yang tidak berkaitan dengan alkohol. Terapi ini berkeyakinan bahwa peristiwa lingkungan dapat berperan penting dalam mendorong atau mencegah perilaku minum. Bagi individu yang terisolasi secara sosial, diberikan bantuan dan dorongan untuk membangun hubungan dengan orang lain yang tidak berhubungan dengan minum alkohol.
3. Minum secara Wajar. Para peminum alkohol harus berhenti minum secara total jika mereka ingin sembuh karena mereka tidak dapat mengendalikan kebiasaan minumnya ketika mencoba meminumnya kembali. Para peminum juga menjalani pelatihan penyelesain masalah dan asertivitas, menonton rekaman video tentang diri mereka pada saat mabuk, dan mengidentifikasi berbagai situasi yang memicu mereka untuk minum sehingga mereka dapat memilih tindakan yang tidak merusak diri sendiri. Pendekatan ini menekankan tanggung jawab pribadi dan pengendalian diri. Terapi memberikan empati dan dukungan dan menonjolkan aspek-aspek negatif pola minum berlebihan yang tidak diketahui peminum.
"Selamat Membaca"